Jaga Modal Besar Kerukunan Masyarakat Sulbar di Pemilu 2024 dengan SE Menteri Agama 9 Tahun 2023

Kakanwil Syafrudin dalam acara bincang "Menuju Pemilu 2024" yang digagas oleh TVRI Sulawesi Barat dengan tema "Peran Tokoh Agama dalam Menyukseskan Pemilu 2024", di TVRI Sulbar, Selasa (28/11/2023)

Sulawesi Barat memiliki modal rukun yang besar. Dari indeks kerukunan Sulbar berada di atas rata-rata nasional. Rukun dari sisi kehidupan beragama, sehingga pesra demokrasi harus terdorong oleh energi kerukunan itu.

Hal tersebut disampaikan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Barat, Syafrudin Baderung pada acara bincang "Menuju Pemilu 2024" yang digagas oleh TVRI Sulawesi Barat dengan tema "Peran Tokoh Agama dalam Menyukseskan Pemilu 2024", di TVRI Sulbar, Selasa (28/11/2023)

"Ketika kita (Sulbar) sudah rukun di level bawah, di level umat beragama, maka jangan sampai ada pihak yang dari level atas umat beragama yang akan bermain di konteks politik, sehingga nantinya kita tidak rukun lagi," lanjutnya.

Menurutnya Kementerian agama adalah lembaga pemerintah yang mengambil peran dalam menjaga keharmonisan kehidupan umat beragama.

Oleh karena itu sangat penting dipahami ketika berbicara mengenai pesta demokrasi di mana seharusnya semua bergembira dalam pesta, termasuk ketika berbicara dalam konteks masyarakat Sulbar maka masyarakat Sulbar harus bergembira dalam pesta demokrasi ini.

Masyarakat yang notabene adalah juga umat beragama, termasuk para tokoh agama dan para pemuka agama apapun semuanya menginginkan kerukunan dan kedamaian terutama menjelang pesta demokrasi

Untuk menjaga para ustad, mubaligh, pendeta, pandita, pastor dan para tokoh agama yang lain agar tidak terbawa dalam nuansa politik yang dapat memecah belah umat maka Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor 9 tahun 2023 sebagai pedoman ceramah Keagamaan. Diharapkan ini jadi pedoman untuk menjaga modal kerukunan yang sudah ada sebelumnya.

Pada segmen yang lain Kakanwil juga menjelaskan bahwa umat beragama tidak dilarang membahas politik, namun politik yang dibahas  tidak boleh di bawa dalam nuansa mimbar.

"Misalnya ketika khotbah, ceramah, apalagi ketika tauziah kematian lalu kita mempromosikan calon tertentu, ini mejadi salah penempatannya," jelas Kakanwil memberi contoh.

"Biarlah mimbar-mimbar agama membahas tentang keagamaan, dan carilah ruang-ruang tertentu yang bisa digunakan untuk membahas politik," tuturnya.

Lebih lanjut, masyarakat yang notabene umat beragama adalah pelaku pesta demokrasi, namun memiliki peran masing-masing.

"Tokoh agama mari tempatkan diri anda yang menjadi panutan ketika berbicara tentang agama, tapi ketika anda menggabung membahas calon tertentu dengan agama maka tingkat integritas anda sebagai agama akan turun, tidak dipercaya lagi oleh umat ketika berbicara tentang agama," jelas Kakanwil.

Ia pun menghimbau bagi para tokoh agama, bahwa yang perlu disadari agama jangan dibawa menjadi bagian dari aspirasi, karena menurutnya ketika agama dibawa menjadi aspirasi maka akan muncul politik identitas, ayat akan dibawa menjadi konsumsi jalanan.

"Padahal agama adalah dogma tertinggi yang harus kita hargai, maka tokoh agama bertaruh integritas kedepannya. Inilah yang kita jaga dengan surat edaran Kemenag itu,"

"Maka janganlah agama dijadikan aspirasi, biarlah agama dijadikan inspirasi. Jangan dibawa ke jalanan-jalanan untuk kita teriak-teriak dengan dalil-dalil agama," tekan Kakanwil

Namun sekali lagi Kakanwil menekankan bahwa umat beragama tidak dilarang untuk berpolitik, justru harus berpolitik agar digunakan sebagai fungsi kontrol.



Dalam kesempatan tersebut turut hadir bersama Kakanwim sebagai narasumber yakni Seketaris FKUB Provinsi Sulawesi Barat Nursalim Ismail dan Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Sulbar Asri Hamid.


Wilayah LAINNYA