Dalam salah satu ayat Alqur'an kata nikmat diperhadapkan dengan kufur. Ini artinya bahwa lawan dari nikmat adalah kufur. Ketika kita mendapatkan curahan nikmat, menurut petunjuk agama, kita harus mensyukuri nikmat tersebut. Di ayat Alqur'an dikatakan "Jika kamu bersyukur, Aku akan tambah nikmat-Ku kepadamu", dengan melihat secara teks ayat ini, bersyukur itu adalah jalan untuk mendapatkan nikmat Tuhan lebih banyak lagi. Manusia dipersilahkan, diberikan kebebasan untuk merespon berbagai nikmat Tuhan yang telah dihamparkan di muka bumi.
Persoalan kufur nikmat dengan syukur nikmat ada dua hal yang disodorkan oleh Tuhan kepada manusia. Tuhan juga dalam salah satu firman-Nya mengatakan bahwa, dipersilahkan kepada manusia, apakah dia mau beriman atau dia mau kufur. Tuhan tidak turun kemahakuasaannya kalau manusia kufur kepada Tuhan. begitupun Tuhan tidak akan bertambah kekuasaannya kalau manusia semua beriman. Tuhan tetap Tuhan yang maha kuasa, maha besar, maha berkehendak, maha esa.
Dalam sejarah kita sudah banyak membaca tentang sejarah umat-umat yang telah lalu, ada pertentangan antara kebenaran dan kebatilan, sejarah para Nabi paling terang bagi kita. Sejarah Muhammad yang melawan kafir Quraisy, Muhammad membawa kebenaran Wahyu yang diterima dari Tuhan-Nya, sementara kafir Quraisy ingin mempertahankan kepercayaan yang diwariskan nenek moyangnya yang menganut faham politeisme, suatu kepercayaan yang menganut faham banyak Tuhan.
Faham politeisme yang sangat ditentang oleh Nabi karena sangat bertentangan dengan faham tauhid yang menjadi misi utama Muhammad saw. Muhammad sangat tegas mempertahankan misi yang telah diemban dari Tuhan-Nya, karena agama yang dibawa Muhammad adalah agama yang sangat sejalan dengan fitrah kemanusiaan. Misi tauhid sebagai misi utama dari Nabi, yang ingin mencoba mereformasi kepercayaan-kepercayaan para kafir Quraisy yang sangat bertentangan nilai-nilai ketuhanan yang diembannya.
Syukur dan kufur adalah dua hal yang akan eksis sampai dunia ini berakhir, dan Tuhan tidak mencabut nikmatnya, baik terhadap hamba-Nya yang bersyukur maupun terhadap hamba-Nya yang kufur. Keduanya punya kans untuk mendapatkan nikmat Tuhan, namun dalam konsep teologi, orang yang bersyukur akan ada tambahan nikmat-nikmat yang lain akan diberikan oleh Tuhan, mungkin nikmat ketenangan, karena tidak selamanya nikmat yang berupa materi yang dikatakan suatu kenikmatan, tapi yang besar dari itu adalah nikmat ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan. Itulah nikmat yang jarang dirasakan oleh manusia.
Dalam Al-Qur'an Tuhan memberikan suatu statemen bahwa dengan mengingat Tuhan, hati akan menjadi tenang. Tuhan sudah memberikan sarana atau fasilitas kepada manusia berupa alat-alat indra sebagai sarana untuk berdzikir. Manusia sudah punya modal yang besar berupa hati atau nurani sebagai alat untuk mengingat atau berdzikir kepada Tuhan. Dengan memanfaatkan berbagai fasilitas atau media tersebut, manusia akan merasa dekat dengan Tuhan, dan itu adalah jalan untuk merasakan ketenangan karena manusia tidak putus hubungan dengan Tuhan, dengan banyak mengingat kepada Tuhan.
Dzikir secara bahasa berarti mengingat, karena mengingat sesuatu seringkali mengantar lidah menyebutnya, demikian juga menyebut dengan lidah dapat mengantar hati untuk mengingat lebih banyak lagi apa yang disebut-sebut itu, demikian Prof. Quraish Shihab dalam salah satu bukunya. Dzikrullah atau menyebut Allah dapat mencakup penyebutan nama Allah atau ingatan menyangkut sifat-sifat atau perbuatan-perbuatan Allah, surga atau neraka-Nya, Rahmat atau siksa-Nya, perintah dan larangan-Nya, juga wahyu-wahyu-Nya, bahkan segala yang dikaitkan dengan-Nya.
Demikian aneka-aneka ingatan yang dapat mendekatkan diri kepada Tuhan, sekaligus juga dengan ingatan tersebut akan dapat membuat hati kita lebih tenang. Dzikir-dzikir yang diajarkan oleh Nabi, semuanya terfokus kepada satu tujuan yaitu Allah, semuanya bertujuan untuk membersihkan hati kita, kalau kita mencoba untuk merenungi dzikir-dzikir yang diajarkan oleh Nabi, semuanya adalah kata-kata tayyibah, dan punya makna spritualitas yang tinggi. Dengan banyak melafazkan dan khsus' dengan dzikir-dzikir tersebut itulah yang dapat atau membuat hati kita tenang.
Ada yang menarik tentang nikmat-nikmat tersebut, mengingat Tuhan adalah suatu nikmat, bahkan hal-hal yang negatif bisa menjadi sarana dalam mengingat Tuhan, misalnya lawan dari mengingat adalah lupa, dan ini bisa menjadi nikmat yang besar, kalau yang kita lupakan adalah kesalahan-kesalahan orang lain, sungguh besar nikmat "lupa", bila yang dilupakan adalah kesalahan orang lain, atau kesedihan atas luputnya nikmat.
Mengingat dan lupa itu sangat tergantung dengan, apa yang diingat dan apa yang dilupakan, sungguh besar keistimewaan mengingat jika ingatan tertuju kepada hal-hal yang diperintahkan Allah untuk diingat, begitupun dengan lupa tidak selamanya bernuansa negatif, bisa menjadi positif dan punya nilai yang besar, apabila dalam keseharian kita, banyak melupakan kesalahan-kesalahan orang terhadap kita, atau melupakan kebaikan-kebaikan yang pernah kita lakukan terhadap orang lain, atau kita sedih atas luputnya nikmat dari diri kita.
(Bumi Pambusuang, 5 Februari 2025)
![](/storage/posts/big/1738809070.jpg)