Judul di atas terinspirasi dari salah satu buku KH Mustofa Bisri, yaitu "Saleh Sosial, Saleh Ritual", secara substantif dalam beragama, seharusnya orang saleh secara ritual, seharusnya juga saleh secara sosial. Orang yang taat menjalani ajaran agama seperti shalat, dan ajaran-ajaran ritual yang lain tentu akan berimbas kepada ajaran sosial kemanusiaan, itulah sebenarnya yang dikatakan muslim yang baik atau muslim yang sebenarnya. Saleh ritual, saleh sosial tergambar dalam ibadah shalat, simbol ibadah shalat itu di dalamnya tergambar secara tersurat dan tersirat kedua kesalehan tersebut.
Setidaknya dua simbol dalam shalat yaitu takbir dan salam, adalah simbol ritual dan simbol sosial. Takbir itu melambangkan ibadah ritual, yang melambangkan hubungan vertikal kepada Tuhan, simbol takbir harus fokus dalam mengingat kepada Tuhan, tidak boleh bercampur dengan hubungan kepada sesama manusia, secara bahasa "takbiratul ihram", artinya takbir yang mengharamkan, maksudnya adalah haram semua kegiatan yang dilakukan selain fokus kepada Tuhan, kita tidak boleh lagi berbicara kepada orang yang ada di samping kita. itulah yang dimaksud dengan takbiratul ihram.
Kemudian simbol salam, adalah sebagai perwujudan dari takbir yaitu mekanisme hubungan horizontal, dengan melakukan atau memberikan rasa kedamaian dan keselamatan kepada sesama. Ini sangat sejalan dengan rangkaian hadis yang menjadi sumber ajaran yang dipopulerkan oleh Syaikh Yusuf Makassari yaitu "Agama adalah dengan mengenal Allah (ma'rifatullah), Mengenal Allah adalah berlaku dengan akhlak (yang baik), Akhlak (yang baik) adalah menghubungkan tali kasih sayang (silaturrahim), dan silaturrahim adalah memasukkan rasa bahagia di hati sesama kita.
Dengan hadis ini kita mengkonklusi ajaran Islam yaitu yang pertama adalah ma'rifatullah atau mengenal Allah. ajaran ini biasa dipersamakan dengan iman, yaitu keyakinan tentang adanya Alah, iman itu sebagai ajaran yang paling mendasar dalam ajaran Islam. Ma'rifatullah ini akan menghasilkan dimensi sosial dari ajaran agama, yaitu punya akhlak yang baik. Dengan mengenal Allah dengan baik atau punya keyakinan yang kuat tentang keberadaan Tuhan otomatis akan menghasilkan akhlak yang baik, itu yang kedua dari inti hadis diatas, kemudian yang ketiga, bahwa akhlak yang baik akan menghasilkan atau punya vibrasi yaitu banyak melakukan silaturrahim, akhlak yang baik itu akan menghasilkan suatu silaturrahim yang kuat.
Ajaran silaturrahim dalam Islam punya dampak terhadap eksistensi kemanusiaan, secara teolgi dan sosial akan berpengaruh terhadap nilai-nilai kehidupan sosial kemasyarakatan, dalam satu hadis dikatakan bahwa, "Siapa yang senang diperluas rezekinya dan diperpanjang umurnya, maka hendaklah dia bersilaturrahim"(HR. Bukhari dan Muslim).
Menurut Prof Quraish Shihab, bahwa perpanjangan usia itu dapat dipahami bukan saja dalam arti kelanjutan nama baik setelah kematian, atau keberkatan hari-hari keberadaan di pentas bumi ini melalui keberhasilan memanfaatkan waktu sebaik mungkin, tetapi juga penambahan bilangan hari-hari keberadaan di pentas bumi ini.
Demikian juga perolehan tambahan rezeki, bukan sekedar keberkahannya, tetapi juga perolehan dan penambahannya secara material, silaturrahim yang menghasilkan hubungan yang harmonis itu mencegah timbulnya stres.
Di sisi lain, dengan terjalinnya hubungan harmonis maka akan semakin banyak peluang kerja sama dalam berbagai bidang dan ini pada gilirannya mengundang rezeki material dan spritual. Semakin kuat pengenalan satu pihak kepada selainnya, semakin terbuka peluang untuk saling memberi manfaat. Itulah silaturrahim yang banyak memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang selalu menyambungnya, dalam term yang lain dikatakan bahwa Nabi dalam salah satu sabdanya dikatakan, "Rahmatilah siapa yang hidup di persada bumi, niscaya yang hidup di langit akan merahmati kamu".
Hadis di atas senantiasa mengajak kita untuk memberikan pencerahan berupa kasih sayang terhadap sesama, sehingga dengan demikian Tuhan akan mencurahkan kasih sayangnya kepada hambanya yang senantiasa terbuka kasih sayang terhadap siapapun manusia di muka bumi ini. Disini kita lihat cakupan makna "rahim" sedemikian luas sehingga mencakup bukan hanya saudara seakidah, tetapi juga sekemanusiaan. betapa universalnya ajaran yang dibawa oleh Nabi, silaturrahim yang dikembangkan oleh Nabi adalah untuk rahmatan lil alamin, untuk seluruh alam. Suatu ketika Nabi dan sahabatnya, sedang bersama-sama, tiba-tiba lewat rombongan yang membawa jenazah, dan Nabi langsung berdiri untuk menghormati jenazah tersebut, dan sahabat menyampaikan kepada Nabi bahwa jenazah itu adalah seorang yahudi, Nabi langsung menegur para sahabat, dengan mengatakan bukankah dia adalah manusia?
Dan yang terakhir bahwa inti dari silaturrahim adalah memasukkan rasa bahagia di hati sesama kita, itulah cara beragama sebenarnya, bahwa awal dari agama atau inti agama adalah ma'rifatullah, inti ma'rifatullah adalah akhlak, inti akhlak adalah silaturrahim dan inti silaturrahim adalah "idkhalu al surur fi qulubil ikhwa", atau memasukkan rasa bahagia atau kedamaian ke hati saudara sesama. begitulah sebenarnya beragama yang baik yang diajarkan oleh Nabi.
Itulah yang dimaksud dengan kesalehan holistik, atau dalam ungkapan Kiai Mustofa Bisri saleh ritual, saleh sosial, keduanya menyatu dalam diri seorang muslim. Kesalehan dalam Islam yang sebenarnya hanya satu, yaitu kesalehan muttaqi (hamba yang bertaqwa) atau dengan istilah lain, mukmin yang beramal saleh. Kesalehan yang mencakup sekaligus ritual dan sosial.
(Bumi Pambusuang, 7 Februari 2025)
![](/storage/posts/big/1738911239.jpg)