Islam sebagai agama adalah seperangkat ajaran Tuhan yang acuannya tak hanya bersifat ritualitas atau internal pribadi tetapi juga komprehensif (meliputi seluruh sisi-sisi kehidupan sosial manusia).
Tak heran bila terkait dengan persoalan kesehatan, di samping menjadi harapan setiap individu juga menjadi target penting yang mestinya tersinergi dengan capaian indikasi beragama. Dengan kata lain, kewajiban beribadah tidak harus menyebabkan pelakunya menjadi sakit atau berujung kemudharatan, melainkan justru dengan keikhlasan beribadah (kesadaran beragama) dalam bentuk apapun diharapkan memberi dampak positif pada signifikansi kesehatan manusia dan lingkungannya.
Agama hadir untuk menghindarkan manusia dari ragam jenis penyakit, baik secara psikis maupun fisik. Itulah sebabnya, jangankan terkait perkara yang status dasarnya memang "diharamkan", hal-hal yang halal sekalipun ketika dikonsumsi secara berlebihan maka konsekuensi mudharatnya menjadi alasan keharamannya. Jadi, perkara+perkara apapun yang dampaknya kemudian bisa merugikan manusia atau menjebaknya dalam situasi hidup berkategori "kerusakan" di muka bumi maka Tuhan sendiri "la yuhibbul mufsidin" (tidak suka pada yang gemar melakukan kerusakan).
Lalu bagaimana halnya dengan NARKOBA dan PERJUDIAN? Tentu saja potensinya yang perlahan tapi pasti memperhadapkan manusia pada fakta-fakta kehancuran merupakan ancaman buruk bagi generasi dan masa depan peradaban. Hal ini sejalan dengan muatan QS. An-Nisa': 9 yang mengingatkan manusia agar jangan sampai di kemudian hari mewariskan kenyataan generasi berkategori "dzurriyyatan dhiafa" (prodak peradaban yang lemah dalam multi dimensi).
Berikut ini adalah hikmah-hikmah kehidupan yang bisa direnungkan terkait dampak negatif dari hal perjudian dan maraknya peredaran narkoba. Di antaranya, candu ketagihan memungkinkan pelakunya terjerumus dalam kasus-kasus tertentu yang tampaknya ganjil dan tidak rasional. Perlahan tapi pasti, ancaman ketidakstabilan mental, etika dan kesehatan yang membahayakan plus lemahnya etos kerja yang bahkan berpotensi menggerogoti ekonomi keluarga, merupakan fakta yang bukan tak mungkin berujung kriminalitas (kaaus-kasus kejahatan).
Belum lagi, konsekuensi ilegalitasnya pasti mempertaruhkan pelakunya dalam perbisnisan "nafsu-nafsu sesaat" yang pada gilirannya dapat merenggut cerahnya akumulasi pengertian masa depan. Terkait ini, muatan QS. Al-Hasyr: 18 justru memotivasi manusia agar melakukan kalkulasi-kalkulasi positif dan tatanan diri yang bermanfaat bagi jangka panjang kehidupannya.
Karena itu, untuk penyelamatan generasi dari penyakit-penyakit kehidupan khususnya jeratan narkoba dan selubung perjudian maka solusi KESADARAN BERAGAMA diharapkan berfungsi aktif sebagai kontrol pengendali. Dimensi dasarnya yang berpijak pada muatan rukun Iman sesungguhnya mengajarkan keutamaan untuk meyakini segala yang terkait dengan otoritas Tuhan, termasuk konsekuensi dari apa yang diperintahkan dan yang dilarang-Nya.
Dengan demikian, mestinya menjadi prinsip atau keyakinan yang natural bahwa kepatuhan terhadap apapun yang diperintahkan Tuhan pasti berdampak kebaikan bagi masa depan diri dan kehidupan manusia. Sebaliknya, pelanggaran terjadap apapun yang dilarang-Nya, cepat atau lambat, pasti berujung petaka dan kebinasaan.
Di dalam QS. Al-Maidah: 90 secara jelas Tuhan menyebut khamar dan judi serta perkara-perkara mudharat lainnya sebagai bagian dari propaganda syaitan. Hal tersebut mesti dijauhi jika kita ingin menuai keberuntungan hidup yang sesungguhnya. Hanya saja, kata kuncinya kemudian adalah semampu apakah kita mengimplementasikan hal-hal keimanan itu didalam kongkritnya taqwa-taqwa kehidupan.....???
Ushini Waiyyakum bitaqwallah, Wallahu a'lam bisshawab.
