Fiqih secara bahasa adalah pemahaman, proses memahami agama itu adalah fiqih. Fiqih dalam arti pemahaman keagamaan sudah ada pada zaman Rasul, karena Rasul memberikan pemahaman keagamaan kepada para sahabat-sahabatnya. Dalam memahami pesan keagamaan yang disampaikan oleh Nabi kepada para sahabatnya kadang muncul perbedaan pendapat diantara para sahabat, itu disebabkan karena perbedaan memahami teks keagamaan yang disampaikan oleh Nabi. Sangat terkenal pesan Nabi kepada para sahabatnya, ketika para sahabatnya disuruh untuk mendatangi suatu tempat, dan Nabi berpesan supaya shalat asar di perkampungan Bani Quraidhah, sebelum sampai di perkampungan Bani Quraidhah, waktu shalat asar hampir habis, disini para sahabat terbagi dua memahami pesan Nabi, karena ada sahabat Nabi shalat asar sebelum sampai di perkampungan karena waktu shalat asar hampir habis, dan juga yang akan shalat asar nanti di perkampungan Bani Quraidhah sekalipun waktu asar telah habis.
Setelah pulang ke Madinah, para sahabat melaporkan kepada Nabi tentang peristiwa yang mereka alami. Jawaban Nabi memuaskan kedua belah pihak, Nabi menghargai hasil ijtihad atau pemahaman dalam memahami teks dari para sahabat. Pada zaman Nabi sudah ada perbedaan dalam memahami perintah atau larangan dari Nabi, perbedaan dalam memahami perintah dan larangan dari Nabi, itu adalah cara Nabi dalam mengajarkan kepada para sahabat, untuk dilatih dalam memberikan pendapat atau memahami suatu perintah dan larangan. Itu adalah salah satu cara Nabi dalam mengajar para sahabatnya dengan memberikan tugas keagamaan untuk direspon oleh para sahabat, setelah itu Nabi memberikan tanggapan atau jawaban, dan jawaban Nabi dapat memuaskan diantara para sahabatnya. Disinilah benih-benih pemahaman atau fiqih yang wariskan oleh Nabi kepada para sahabatnya. Itulah fiqih perbedaan diantara para sahabat dan diselesaikan oleh Nabi. Nabi tampil sebagai pemutus dari perbedaan pendapat dari para sahabat.
Dan fiqih inilah yang telah diajarkan oleh Nabi kepada para sahabat, kemudian dilanjutkan para tabiin dan ulama-ulama madzhab, para ulama madzhab sangat produktif dalam berkarya, mereka mengarang kitab yang tebal-tebal tentang berbagai permasalahan umat, dan sangat menarik dari mereka adalah perbedaan pendapat diantara mereka dalam hal memberikan pemahaman atau fiqih tentang teks keagamaan yang mereka baca dari Qur'an dan hadis serta pendapat-pendapat dari ulama sebelumnya atau pendapat dari para sahabat Nabi, mereka saling menghargai dan menghormati. Itulah fiqih perbedaan yang telah dicontohkan oleh para generasi terdahulu, mereka berlomba dalam menghasilkan karya intelektual dan saling menghormati pendapat diantara mereka. Kadang muncul perdebatan diantara mereka, adu argumentasi yang dalam, tetapi mereka punya dasar yang dalam beradu argumen, tetapi tidak saling merendahkan atau saling mengkafirkan diantara.
Betapa Nabi sangat mengedepankan kemanusiaan dalam ajaran-ajarannya, Nabi tidak mengedepankan sekretanianisme dalam mengajarkan ajaran-ajarannya yang diterima dari TuhanNya, tujuan Nabi diutus adalah untuk rahmatan lil alamin, untuk seluruh alam. visi kemanusiaan yang menjadi tugas utama kenabiannya, dalam suatu riwayat Nabi sementara berkumpul bersama sahabat-sahabatnya, tidak lama kemudian lewatlah beberapa orang yang mengusung jenazah, lalu tiba-tiba Nabi berdiri sebagai tanda penghormatan kepada sang jenazah yang lewat, kemudian ada sahabat berkata kepada Nabi, bahwa itu adalah jenazah orang yahudi, kemudian Nabi berkata kepada sahabatnya, bukankah dia adalah manusia?. Pernyataan Nabi ini adalah suatu pembuktian yang jelas bahwa diutusnya Muhammad saw adalah sebagai rahmatan lil alamin. Dalam kehidupan sosial, penghargaan terhadap kemanusiaan, tidak membedakan latar belakang keyakinan, agama, kepercayaan, tetapi lebih menekankan visi kemanusiaan. Beragama adalah bagaimana menterjemahkan visi teologis atau kepercayaan kepada Tuhan kedalam visi kemanusiaan. Tidak ada pertentangan antara visi teologis dengan visi sosial kemanusiaan. Nabi sudah meletakkan dasar-dasar dalam pemahaman terhadap ajaran agama, yakni suatu pemahaman yang lebih menekankan substansi beragama yang menekankan pada dua aspek yang tidak terpisahkan, yaitu aspek teologis dan aspek sosial.
Salah satu aspek fiqih yang pernah dicontohkan oleh Nabi adalah ketika Nabi berkumpul dengan para sahabatnya, mereka akan menunaikan shalat bersama, sebelum shalat mereka bersama-sama memakan daging unta, tapi ada kejadian kecil, salah seorang diantara mereka ada yang kentut dan Nabi dan para sahabat menciumnya, tidak yang mengaku siapa yang kentut, padahal sebentar mereka shalat bersama, Nabi memahami situasi dan kondisi, sehingga Nabi memerintahkan agar seluruh yang sudah makan daging unta untuk berwudhu sebelum mereka shalat. Dengan peristiwa ini, Nabi mengajarkan fiqih kemanusiaan, seandainya Nabi tidak memerintahkan untuk berwudhu semua para sahabat, akan malulah yang kentut, karena dia akan berwudhu sendirian. Itulah praktek berfiqih yang telah ditinggalkan oleh Nabi, dan diteruskan oleh para sahabat, tabiin dan para ulama-ulama madzhab yang sangat menghargai pendapat diantara ulama madzhab.
Mari kita kembali menggali sejarah Nabi yang penuh dengan pelajaran-pelajaran yang sangat berharga khususnya dalam memahami ajaran agama, mencoba menterjemahkan ajaran-ajaran agama yang sifatnya teologis kedalam visi kemanusiaan, yang lebih menghormati sesama umat manusia.
(Bumi Pambusuang, 17 Oktober 2023)