Berkomunikasi (1)

H. M. Sahlan (Katim Penais dan SI)

Kita adalah makhluk sosial, tidak dapat hidup tanpa bantuan pihak lain. Kebutuhan tidak dapat terpenuhi tanpa kerjasama dan bantuan orang lain. Karena itu berkomunikasi adalah keniscayaan bagi kita. Tidak ada kerjasama tanpa perkenalan dan tidak ada perkenalan tanpa sarana, seperti gerak, isyarat, tulisan atau lafadz kata yang dituturkan. Sarana termudah buat manusia sekaligus termurah, walaupun pada hakikatnya tanpa bantuan Allah akan menjadi sangat kompleks.

Allah telah menganugerahi kita bibir, lidah, mulut. Paru-paru, kerongkongan dan pita suara untuk menghasilkan berbagai bunyi yang berbeda. Melalui bunyi-bunyi yang berbeda-beda, kita berbicara dan setelah di sepakatinya makna bunyi itu oleh satu masyarakat, maka lahirlah satu kata yang mengandung makna tertentu, yang bila digabung dengan bunyi yang lain dalam susunan yang tepat. Maka lahirlah bahasa yang berbeda antara satu bahasa masyarakat manusia dengan bahasa masyarakat manusia lainnya. Bunyi semua binatang sama. Di mana pun kita berada, di kota, di desa, di pegunungan, di pemukiman penduduk, di kantor, di pedalaman afrika, kota los Angeles yang baru kebakaran beberapa hari ini, ketika kita mendengar suara hewan kucing, anjing, kambing semuanya pasti sama. Inilah yang membedakan dengan bunyi bahasa yang digunakan manusia pasti berbeda-beda. 
Perbedaan komunikasi hewan dan manusia diatas, terlukiskan pada salah satu ayat Allah SWT dalam surat Arrum ayat 22 : 

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦ خَلْقُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَٰنِكُمْ ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّلْعَٰلِمِينَ

" Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan keragaman lidah ( bahasa ) kamu dan warna kulit kamu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui ".

Berkomunikasi adalah satu kegiatan yang sangat kompleks, bukan saja melibatkan banyak organ yang sangat canggih, tetapi memerlukan langkah-langkah yang sebagian diantaranya hingga kini belum diketahui. Dimulai dari perasaan yang mendorong untuk mengucapkan satu maksud, lalu berpindah ke otak kiri, lalu ke dada dan seterusnya........... lalu mengalami proses rumit, hingga di fahami oleh mitra bicara. Apa yang terdengar dari berbicara itu, pada hakikatnya ada proses mental internal yang berlangsung pada diri si pembicara yang si pembicara sendiri tidak menyadari bahkan tidak mengetahui bagaimana terjadinya. Manusia tidak mungkin melakukan itu semua, tanpa bantuan Allah SWT. kini sadarkah kita bahwa di balik bunyi apapun yang kita suarakan, Allah berperan besar mengatur sistem serta penganugerahan potensi-potensi yang kita perlukan untuk berkomunikasi.

Bagaimana proses yang terjadi sehingga bunyi yang ini difahami oleh mitra bicara bahwa yang dimaksud adalah ini, dan bunyi yang berbeda maksudnya adalah itu ? Siapa yang mengajar sehingga terjadi kesepakatan makna ?. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa bahasa bermula dari peniruan apa yang didengar, bayangkanlah apa yang terjadi pada dua orang pertama di permukaan bumi ini ? Pasti bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa yang diajarkan oleh selain mereka berdua. Bukankah mereka berdua belum pernah mendengar satu suara atau kata sebelumnya ?. Yang mengajarkannya menurut sementara ulama adalah Allah SWT. Itulah menurut yang di isyaratkan oleh Al-quran pada  surah Al baqarah ayat 31 : 

وَعَلَّمَ اٰدَمَ الْاَسْمَاۤءَ كُلَّهَا

" Dia (Allah) mengajarkan adam nama-nama seluruhnya " 

Sistem pengajaran bahasa kepada manusia  ( anak kecil ) bukan di mulai dengan mengajarkan kata kerja, tetapi mengajarnya terlebih dahulu nama-nama, misalnya : "ini papa, ini mama, ini mata, ini pena" dan sebagainya. Inilah salah satu argumen yang membuktikan bahwa Allah yang mengajar manusia bahasa dan berbahasa. Apapun pendapat yang benar, namun yang pasti adalah kemampuan manusia berpikir yang kompleks dan mengkomunikasikannya dengan pihak lain melalui bunyi yakni bahasa. (lanjut ke 2)


Opini LAINNYA

Bangkrut yang Sesungguhnya

Tarian THR, Menyerupai Kaum Yahudi?!

Benarkah Kita Menang di Hari yang Fitri?

Manisnya Iman

Ihtisaban

Ramadhan Sebagai Bulan Membaca

Generasi dan Ancaman Masa Depan Peradaban

Menahan atau Melampiaskan Amarah?