Apa Kamu Beriman ?

Oleh : Ilham Sopu

Salah satu yang menjadi pertanyaan malaikat Jibril ketika mendatangi Rasulullah Muhammad saw, dengan sahabat-sahabatnya adalah, "apa itu iman?". Nabi langsung menjawab bahwa, tapi tidak menjelaskan pengertian iman, namun Nabi menjawab, apa yang harus diimani, Nabi menyebut enam hal yang harus diimani, obyek-obyek yang harus diimani dan itulah yang dijadikan oleh para ulama menjadi rukun iman. Secara teologis dan prinsip Nabi menyebut satu persatu, dan sifatnya eskatologis, dan keenam hal tersebut, adalah merupakan ajaran dasar dalam Islam.

Dalam hadis Nabi, kadang Nabi menyebut dua hal saja yang harus diimani, seperti dalam bunyi hadis, "man kana yu'minu billahi wal yaumil akhir", di sini Nabi cuma menyebut dua hal saja yang harus diimani, karena itu dapat mewakili yang lain, Allah dan hari akhir dua hal yang sifatnya gaib, ketika kita mengimani kedua hal tersebut, pada hakekatnya kita sudah mengimani yang lain, kita beriman kepada yang gaib secara mutlak, seperti juga disampaikan dalam surah awal dari Al Baqarah, bahwa ciri orang yang bertaqwa adalah yang beriman kepada yang gaib.

Dan seluruh yang disebutkan dalam rukun iman itu adalah hal-hal yang gaib, mulai dari beriman kepada Allah, kepada malaikat, kitab-kitabnya, rasul-nya, hari akhir dan taqdir Tuhan. Tapi kegaiban bagi Rasul, tentu berbeda dengan kita, karena diberikan keistimewaan tersendiri oleh Allah, sebagai pembawa risalah dari Tuhan. Banyak hal-hal gaib yang tersingkap dihadapan Rasul, makanya keimanan seorang Rasul atau Nabi itu selalu meningkat, banyak hal-hal yang gaib yang dilihat langsung oleh Rasul, sementara sahabat tidak dapat melihatnya secara langsung.

Keimanan adalah sesuatu yang melekat dalam diri seseorang, semua orang punya dasar keimanan dalam dirinya, ini sesuai dengan janji primordial yang pernah kita ucapkan dihadapan Tuhan, ketika Tuhan mengatakan "Alastu birabbikum", bukankah Aku ini Tuhanmu?, kita semua menjawab, "Balaa syahidna", "betul engkau adalah Tuhan kami". Itulah jawaban primordial kita, semua manusia mengakui dan akan mengingat, janji yang pernah kita ucapkan di hadapan Tuhan. Namun manusia bermacam-macam dalam menerjemahkan bentuk, bagaimana mengingat Tuhan, ada yang selalu dalam kondisi mengingat Tuhan, tidak pernah alpa dalam mengingat Tuhan, inilah tingkatan para Nabi dan Rasul, ada juga naik turun dalam mengingat Tuhan, contohnya manusia biasa yang keimanannya naik turun, dan ada juga di akhir hayatnya baru menyadari ada kehadiran Tuhan dalam dirinya, seperti Fir'aun.

Begitulah janji primordial, akan selalu muncul dalam diri manusia, sebagai makhluk yang mempunyai fitrah, yang selalu condong kepada kebenaran, dan inilah adalah bibit-bibit keimanan yang akan selalu muncul dalam setiap diri manusia. Iman juga akan melahirkan berbagai sifat-sifat yang baik, sebagai implementasi dari kepercayaan terhadap eksistensi Tuhan, dengan kata lain iman itu punya pembuktian, bukti dari iman itu adalah sifat-sifat atau karakter dari ketaqwaan.

Pernah suatu ketika, Nabi bertanya kepada sahabatnya, salah satu metode Nabi dalam menyebarkan  pesan-pesan keagamaan kepada para sahabatnya, dengan cara aktif bertanya, di samping ada model yang lain, seperti Nabi yang bertanya, tapi Nabi juga yang menjawab, seperti pertanyaan "tahukak kamu?", inilah yang masyhur yang dilakukan oleh Nabi, pertanyaan Nabi kepada para sahabatnya, "A mukminuuna antum", apa kalian sudah beriman?, kebetulan ada Umar ada pada waktu itu, Khalifah ini dikenal sangat cerdas, banyak membuat inovasi, beliau menjawab pertanyaan Nabi, "na'am ya Rasulullah", lalu kata Nabi, "apa tanda-tandanya kalau kamu sudah beriman", dijawab kembali oleh Umar, "Nasykuru birrakhai, wa nashbiru al balaai, wa nardha bil qadhaai". itulah jawaban Umar tentang tanda-tanda orang beriman yang dibenarkan oleh Nabi.

Ucapan Umar, "Nasykuru birrakhai", bersyukur karena memperoleh kecukupan, syukur ini sangat penting dalam kehidupan manusia, betapa banyak nikmat yang digelontorkan oleh Tuhan untuk manusia, namun kebanyakan manusia tidak menyadari nikmat-nikmat tersebut, banyak manusia yang lalai, tidak menyadari tentang hal ini, bahkan Tuhan memberikan tantangan kepada manusia, "jika kamu mencoba untuk menghitung-hitung nikmat-nikmat Tuhan, kamu tidak akan mampu untuk menghitungnya". Dalam diri saja, itu sangat luar biasa nikmat yang diberikan oleh Tuhan, mulai dari mata untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Tuhan, telinga untuk mendengar ayat-ayat Tuhan, punya hati untuk memahami ayat-ayat Tuhan.

Kalau kita kurang mempergunakan fasilitas Tuhan tersebut, yang disebut dalam al Qur'an berarti kita tidak mensyukuri nikmat-nikmat Tuhan tersebut. Dan kalau kita tidak mensyukuri nikmat tersebut, berarti iman kita mengalami penggerusan iman, karena iman memang sifatnya dinamis atau naik turun. Sekali lagi perlu ada implementasi iman, seperti dibahasakan oleh Umar ketika Nabi bertanya tentang tanda atau ciri iman dari para sahabat, sebagaimana penjelasan Umar bin Khattab.

(Bumi Manakarra, 1 Januari 2025)


Opini LAINNYA

Tahun Baru

Apa Kamu Beriman ?

Uzlah Di Era Modern (Memaknai Tahun Baru)

Prestasi, Bukan Prestise

Menjawab Tantangan Zaman

Mentradisionalkan Masyarakat Modern

Ungkapan Akhir Tahun

Waktu Adalah Umur