Ketua Dewan Hakim STQH Harap Cahaya Al-Qur’an Sinari Iman, Alam, dan Budaya

Ketua Dewan Hakim Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadits (STQH) Nasional XXVIII Tahun 2025, Muchlis M. Hanafi

Kendari (Kemenag) – Ketua Dewan Hakim Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadits (STQH) Nasional XXVIII Tahun 2025, Muchlis M. Hanafi, menyampaikan bahwa Al-Qur’an bukan hanya sumber petunjuk bagi umat beriman, tetapi juga cahaya yang menerangi seluruh aspek kehidupan, baik sosial, budaya, hingga lingkungan.

“Cahaya Al-Qur’an tidak hanya menyinari hati orang beriman, tetapi juga menerangi ruang sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Dari Timur Nusantara ini, kita berharap cahaya itu dapat memancar ke seluruh Indonesia,” ujar Mukhlis, Rabu (15/10/25).

Hal tersebut disampaikan dalam Dialog Media bertema “Cahaya Al-Qur’an di Timur Nusantara: Harmoni Iman, Alam, Budaya”, yang diadakan oleh Biro Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik Kemenag, dalam rangka kegiatan STQH Nasional di Provinsi Sulawesi Tenggara.

“Jadi, yang diharapkan adalah Al-Quran dan Hadits ini menjadi cahaya, yang tidak hanya menyinari, tetapi juga meneduhkan hati setiap orang-orang yang berpedoman kepadanya”, sambungnya.

Mengutip Surat Al-Hujurat ayat 13 dan Surat Fatir ayat 27–28, Mukhlis menjelaskan bahwa keragaman alam dan manusia adalah bentuk kehendak Allah. “Yang menghendaki manusia berbeda adalah Tuhan. Maka perbedaan dalam suku, bahasa, bahkan pandangan keagamaan, harus dipahami sebagai bagian dari ciptaan Allah, bukan sumber perpecahan,” tegasnya.

Mukhlis menegaskan bahwa Islam memiliki karakter yang ramah terhadap budaya lokal. Ia mengutip prinsip fikih “Al-‘Adah Muhakkamah”, bahwa adat yang baik dapat menjadi dasar hukum selama tidak bertentangan dengan syariat. Menurutnya, sejak awal masuknya Islam ke Nusantara, para ulama dan penyebar Islam tidak menolak budaya yang sudah hidup di tengah masyarakat.

“Islam hadir untuk menyempurnakan, bukan meniadakan budaya. Banyak tradisi di Indonesia justru menjadi sarana dakwah yang indah, sebagaimana dilakukan oleh para Wali Songo,” ungkap Mukhlis.

Ia menambahkan, banyak tradisi dan kebudayaan yang diwariskan para pembawa Islam ke Indonesia seperti kesenian, sastra, arsitektur, hingga adat sosial yang menjadi bukti bahwa pemahaman agama yang cocok di Indonesia adalah yang menghargai keberagaman budaya bangsa.

Mukhlis juga menyoroti munculnya beragam paham keagamaan dari luar yang mencoba diadaptasi di Indonesia. Namun, paham-paham yang tidak sesuai dengan karakter dan kearifan lokal masyarakat Indonesia akan mentah dengan sendirinya, karena tidak sejalan dengan watak Islam yang rahmah dan berkeadaban.

“Banyak paham yang datang ke Indonesia, tapi tidak sesuai dengan budaya Indonesia yang beragam ini akan tertolak dengan sendirinya”, tegas Mukhlis.

Mukhlis mengingatkan pentingnya hubungan cinta antara manusia dan alam semesta. Menurutnya, manusia dan alam sama-sama bertasbih kepada Allah, saling mencintai, dan saling menjaga keseimbangan.

“Di antara manusia dan alam semesta harus diikat dengan cinta, untuk merawat harmoni di tengah keberagaman dengan rasa kemanusiaan”, pungkasnya.

Turut hadir membuka acara Dialog Media ini, Kepala Kantor Wilayah Kemenag Sulawesi Tenggara, Muhammad Saleh, dan dihadiri oleh beberapa narasumber lainnya seperti Kepala Subdirektorat Lembaga Tilawah dan Musabaqah Al-Qur’an, Rizal Ahmad Rangkuti, Danial (Akademisi IAIN Kendari), dan menghadirkan audiens dari berbagai media lokal dan nasional.


Wilayah LAINNYA