Kemenag dan BRIN Rumuskan Kebijakan Optimalisasi Bantuan Pesantren

Rapat kajian kebijakan bantuan pesantren. (Foto: Ila/BMBPSDM)

Jakarta (Kemenag) --- Pusat Strategi Kebijakan Pendidikan Agama dan Keagamaan (Pustrajak Penda) pada Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Kemenag bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar Kajian Kebijakan Optimalisasi Program Bantuan Pesantren.

Kegiatan yang dihelat di bilangan Pecenongan Jakarta, Kamis (16/10/2025) ini bertujuan merumuskan strategi kebijakan berbasis riset untuk meningkatkan mutu pendidikan, dakwah, serta pemberdayaan masyarakat berkelanjutan di lingkungan pesantren.

Kepala BMBPSDM M. Ali Ramdhani menegaskan pendekatan ilmiah dan rasional sangat penting dalam perumusan kebijakan publik, termasuk dalam tata kelola bantuan bagi pesantren. Menurutnya, kebijakan yang baik harus berangkat dari aksioma yang dapat diuji, bukan sekadar asumsi yang belum tentu sesuai dengan kenyataan sosial.

“Asumsi sering kali menyesatkan jika tidak didukung oleh data dan kondisi nyata. Model-model pengambilan keputusan seperti linear programming atau Analytical Hierarchy Process (AHP) membantu kita melihat kompleksitas masalah secara lebih terstruktur,” ujar Prof Dhani, sapaan akrabnya.

Ia menekankan bahwa relasi antara pendidikan dan dakwah dalam pesantren tidak dapat dipisahkan. Keduanya menjadi fondasi bagi keberlanjutan peran pesantren dalam masyarakat. Karena itu, kebijakan bantuan harus mempertimbangkan keseimbangan antara pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Kebijakan Berdampak

Kepala Pustrajak Penda BMBPSDM Rohmat Mulyana Sapdi dalam laporannya menyampaikan bahwa kajian ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan Pustrajak untuk memastikan setiap program dan kebijakan pemerintah, khususnya bantuan pesantren, memiliki dampak nyata dan terukur.

“Pustrajak Penda memiliki mandat untuk memastikan setiap kebijakan yang dilahirkan Kementerian Agama berpijak pada data, riset, dan analisis kebijakan yang kuat. Kajian ini menjadi penting karena menyangkut ekosistem pesantren yang selama ini tidak hanya menjadi pusat pendidikan agama, tetapi juga pusat pemberdayaan sosial dan ekonomi umat,” ungkapnya.

Rohmat menambahkan, optimalisasi bantuan pesantren tidak hanya dilihat dari sisi efisiensi distribusi dana, tetapi juga dari mutu hasilnya: sejauh mana bantuan itu memperkuat kualitas pembelajaran, memperluas daya dakwah, dan meningkatkan kemandirian ekonomi pesantren.

“Kita ingin memastikan bahwa setiap rupiah yang digelontorkan untuk pesantren benar-benar menghasilkan value creation bagi pendidikan Islam dan masyarakat sekitar. Karena itu, perlu model kebijakan yang terukur, berbasis riset, dan aplikatif,” tegasnya.

Empat Kriteria

Peneliti BRIN Husen Hasan Basri dalam kesempatan tersebut menjelaskan bahwa kajian ini merupakan lanjutan dari evaluasi terhadap sejumlah program bantuan pesantren seperti Bantuan Operasional Pesantren (BOP), Program Pengembangan Santri Berprestasi (PBSB), Bantuan Sarana Prasarana Pesantren (PSP), dan Bantuan Peningkatan Prestasi Santri.

Dari hasil kajian, tim BRIN dan Pustrajak Penda mengidentifikasi empat kriteria utama yang menjadi dasar perumusan kebijakan optimalisasi program bantuan pesantren. Pertama, Perbaikan Tata Kelola Program Bantuan, termasuk digitalisasi sistem dan penyederhanaan prosedur. Kedua, Penguatan Regulasi, agar kebijakan lebih sederhana, harmonis, dan mudah diterapkan.

“Ketiga, Peningkatan Intensitas Pendampingan, untuk memperkuat kapasitas manajerial dan akuntabilitas pengelola pesantren. Keempat, Pengawasan Internal dan Eksternal, yang melibatkan lembaga pengawas seperti BPK dan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP),” terangnya.

Husen menjelaskan, tim peneliti memadukan metode kualitatif dengan model pembobotan AHP guna menentukan prioritas kebijakan secara objektif. Pendekatan ini memastikan bahwa proses pengambilan keputusan memiliki dasar metodologis dan partisipatif.

“Selama ini penentuan prioritas sering dilakukan secara top-down. Melalui pendekatan bottom-up berbasis aspirasi stakeholder, kita ingin menghadirkan kebijakan yang lebih adaptif dan tepat sasaran,” ujarnya.

Menurutnya, hasil kajian ini akan menghasilkan rekomendasi kebijakan jangka pendek, menengah, dan panjang. Prioritas utama yang diusulkan adalah perbaikan tata kelola bantuan pesantren dengan sistem digital yang transparan dan terintegrasi.

Arah Baru Kebijakan Pesantren

Menutup kegiatan, Kaban Dhani menegaskan bahwa sinergi antara Pustrajak Penda dan BRIN menjadi langkah penting menuju kebijakan pesantren yang berbasis data dan inovasi.

“Kita ingin pesantren bukan hanya menjadi pusat pendidikan dan dakwah, tetapi juga motor penggerak pemberdayaan masyarakat. Karena itu, kebijakan bantuan harus diarahkan untuk memperkuat kapasitas kelembagaan, meningkatkan transparansi, dan menumbuhkan kemandirian ekonomi pesantren,” ujarnya.

Kegiatan tersebut dihadiri para peneliti, akademisi, dan pegawai Pustrajak Penda. Forum ini menjadi ruang akademik terbuka untuk mengintegrasikan riset, kebijakan, dan praktik lapangan dalam mendukung keberlanjutan ekosistem pesantren di Indonesia.


Wilayah LAINNYA