Di samping merupakan keutamaan yang tak terpisahkan dari proses ikhtiyar, do'a juga menjadi cermin pengharapan manusia kepada Tuhan meskipun dalam batasan asumsinya sendiri.
Ketika do'a dipahami sebagai media vertikal dalam menyampaikan suatu keinginan, maka akumulasinya sangat mungkin "bersandar" pada kesubjektifan manusiawi. Adakalanya walau motifnya baik menurut logika manusia, belum tentu baik dalam pandangan Tuhan. Sebaliknya, sesuatu yang esensinya baik menurut pengetahuan Tuhan sudah pasti baik untuk kehidupan manusia.
Dengan begitu, sesuai-tidaknya antara do'a dengan kenyataan yang pada ahirnya diberikan Tuhan merupakan rangkaian misteri kehidupan yang subtansinya memerlukan bacaan-bacaan keimanan.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْۤ اَسْتَجِبْ لَـكُمْ.....
Dan Tuhanmu berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu....."
(QS. Ghafir: 60).
Analisanya kemudian, ketika yang diminta bukan itu yang persis kita dapatkan atau malah kontra dengan yang kita minta, maka haruskah Tuhan diklaim ingkar dari janjinya ? Tentu saja tidak. Segala sesuatu tak terkecuali hal tentang pengabulan do'a manusia pasti terkalkulasi dalam rahasia pengetahuan Tuhan dan itu terkait momennya, bentuknya bahkan porsinya. Hanya saja, jika bukan karena legitimasi Iman maka pengetahuan manusia dipastikan terbatas dalam merespon rahasia-rahasia ketetapan dari yang Maha Tak Terbatas.
Disaat yang sama, prosedur syariat juga memotivasi manusia untuk berbenah terkait hal-hal yang bisa "mengganjal" terkabulnya suatu do'a (muatan QS. Al-Baqarah: 186).
Ketika manusia diperhadapkan pada keterbatasan dalam memahami "segala sesuatu" diluar pengharapannya, maka kemampuan berprasangka baik kepada Tuhan adalah solusi penolong dari ketersesatan berpikir. Jangankan terhadap pemberian-Nya, memahami hakikat dari semua yang menjadi keinginan diri sendiri pun relatifitasnya tak pasti dalam jangkauan pengetahuan manusia (QS. Al-Baqarah: 216).
Karena itu, urgensi do'a sesungguhnya mengajarkan keseimbangan antara ikhtiyar manusia yang dimaksimalkan dengan komunikasi diri yang divertikalkan. Disaat yang sama, menjadi keniscayaan yang tak terbantahkan betapa di setiap gerak langkah manusia dan apapun permasalahan kehidupan, Tuhan pasti selalu kita "butuhkan" (muatan QS. Al-Fatihah: 1-7, QS. Ad-Dzariyat: 56).
Ushini waiyyakum bitaqwallah, Wallahu a'lam bisshawab.