Negeri Festival 

Oleh : Ilham Sopu 

Prof. Komaruddin Hidayat yang akrab dipanggil "Mas Komar", pernah menulis dalam salah satu bukunya, sebuah judul tulisan yang sangat menarik yaitu "festival lomba unta", judul ini menarik karena hari ini di tanah mandar yang mala'bi ini sedang heboh-hebohnya, atau masif-masifnya, para netizen membincang tentang eksistensi"sayyang pattu'du" dalam rangkaian maulid Nabi. Peringatan maulid Nabi dan sayyang pattu'du atau totamma adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, sekalipun secara substansi tidak ada kaitannya.

Maulid Nabi adalah peringatan atas kelahiran Nabi Muhammad saw, yang tujuannya adalah meneladani akhlak Nabi, karena tujuan diutusnya Nabi adalah menyempurnakan akhlak. Kita umat yang beragama tentunya punya kewajiban untuk menyerap sifat-sifat Nabi yang begitu agung. Secara substansial peringatan maulid Nabi adalah untuk perbaikan akhlak para pengikutnya. 

Kembali kepada tulisan Prof. Komar, dalam tulisan tersebut Mas Komar menyendir sebagian cara kita dalam beragama yakni kita terlalu mengagungkan simbol dalam beragama tapi melupakan substansi dalam beragama, simbol memang penting tapi kita tidak boleh berhenti pada simbol. Pernah suatu ketika beberapa penduduk kota bersiap-siap hendak melakukan perjalanan ibadah haji, dengan mengendarai onta. Mengingat jarak yang akan ditempuh cukup jauh maka mereka menyiapkan berbagai bekal yang diperlukan. 

Lebih dari itu, terdapat salah seorang yang kreatif yang kemudian menghiasi ontanya dengan macam-macam hiasan yang bergelantungan pada tubuh onta, dan ini tentu saja memancing teman-temannya yang lain  untuk menghiasi juga untanya, sehingga akhirnya para calon jemaah haji tadi,  beramai-ramai menghiasi onta masing-masing dan berusaha mengungguli kreasi satu dengan yang lain. Singkat cerita yang terjadi adalah suatu festival lomba menghiasi dan mengendarai onta. Siapa yang paling indah kreasinya dan paling cepat memacu ontanya maka dialah yang memperoleh tepuk tangan gegap gempita dan dinobatkan sebagai juara.

Cerita tentang lomba menghiasi onta ini, adalah kritikan untuk kita semua, kita terlena dan tidak sadar diri dan  larut dalam simbol dalam beragama. larut dalam simbol menghiasi onta tapi lupa dengan tujuan utamanya adalah melaksanakan ibadah haji, mereka gagal dalam menunaikan ibadah haji karena terkalahkan oleh gegap gempita acara lomba onta yang kemudian menjadi acara tahunan.

Negeri kita ini, adalah negeri Festival, di mana-mana ada festival, setiap waktu ada festival. Ada festival kuda menari, festival sandeq race, festival tomalolo tomakappa, festival budaya, festival anak santri, festival motor kendaraan klasik, festival kemerdekaan yang begitu meriah, dan festival lainnya yang begitu banyak menghiasi negeri ini. Dan festival-festival ini ada nilai positifnya, bisa menjadi kekayaan budaya untuk negeri ini. Namun demikian kita sangat miskin dalam menterjemahkan festival-festival tersebut, kita larut dalam kegiatan-kegiatan formalistik tapi sangat miskin dalam terjemahan-terjemahan yang sifatnya substansif. 

Itulah yang terjadi hari ini, banyak peringatan-peringatan keagamaan yang sangat meriah, kita semua larut dalam peristiwa budaya yang sangat ramai, tapi mereka meninggalkan nilai-nilai sakral yang ada dalam budaya tersebut. Festival yang begitu mentereng, dan banyak menghabiskan nilai-nilai materi, tapi apa yang kita dapatkan sesudah festival tersebut. Kepuasan secara material mungkin ada kita dapatkan, tapi bagaimana dengan nilai-nilai moral yang ada dalam kegiatan tersebut. Apa nilai-nilai moralitas kita ikut menguat sesudah kegiatan festival?, itulah pertanyaan dalam menyikapi setiap ada kegiatan festival yang bernuansa keagamaan.

Jangan sampai kita senasib dengan masyarakat yang diceritakan oleh Prof. Komar, yang tadinya akan melaksanakan haji, tapi terbelokkan dengan kegiatan festival lomba menghiasi onta, dan melupakan substansi kegiatan yang dilaksanakan. Tidak selalu niat baik yang dianggap prinsipil itu terlaksana, karena bisa terbelokkan oleh hal-hal yang bersifat instrumental namun memenuhi tuntutan yang mendatangkan kebanggaan. Peristiwa semacam ini banyak kita jumpai dalam berbagai aktifitas termasuk dalam kegiatan keagamaan.

(Bumi Pambusuang, 5 Oktober 2025)


Daerah LAINNYA