Makassar , Balai Litbang Agama Makassar menyelenggarakan kegiatan Kelas Intensif Semiotika Moderasi Beragama (KIS-MB) pada Sabtu (23/8) di Aula Balai Litbang Agama Makassar. Kegiatan yang dijadwalkan berlangsung hingga 24 Agustus ini dibuka langsung oleh Kepala Balai Litbang Agama Makassar, Dr. Saprillah Syahrir Al-Bayquni.
Acara pembukaan berlangsung dengan antusiasme peserta yang memenuhi ruangan. Mereka berasal dari beragam latar belakang, mulai dari dosen, guru, peneliti, aktivis, hingga mahasiswa dan berbagai latar belakang agama.
Hadir pula rombongan dari Sulawesi Barat, termasuk perwakilan Madrasah Aliyah Pesantren Nuhiyah Pambusuang.
Dalam sambutannya, Dr. Saprillah menekankan pentingnya pemahaman ulang terhadap konsep moderasi beragama. Menurutnya, moderasi beragama dapat dipandang sebagai sebuah teks, di mana setiap teks selalu berkaitan dengan tujuan penuturnya sekaligus terbuka untuk ditafsirkan oleh pembacanya. Karena itu, negara bukanlah pemilik tafsir tunggal terhadap makna moderasi beragama.
Lebih lanjut, ia memaparkan gagasan inti dari semiotika dalam moderasi beragama. Semiotika, kata dia, adalah kesadaran untuk membaca realitas melalui tanda.
“Dunia keagamaan penuh dengan simbol, mulai dari kitab suci, busana, atribut, hingga istilah-istilah seperti kafir, jihad, halal-haram. Semua itu bukan sekadar benda atau kata, melainkan tanda yang memerlukan pemaknaan,” jelasnya.
Ia menegaskan, moderasi beragama mengajarkan cara memaknai perbedaan secara adil dan reflektif, sekaligus mendorong umat untuk selalu mempertanyakan bagaimana makna agama terbentuk dan dipraktikkan dalam kehidupan sosial. Tanpa kesadaran semiotik, lanjutnya, seseorang bisa keliru membaca tanda, salah menilai simbol, bahkan menganggap perbedaan sebagai ancaman. Hal ini berpotensi menyempitkan makna agama pada satu tafsir yang eksklusif.
“Inti dari moderasi adalah merawat makna secara adil. Semiotika membantu kita memahami bagaimana makna keagamaan terbentuk, dipertahankan, dan diperdebatkan,” pungkas Dr. Saprillah.
Melalui KIS-MB ini, peserta diharapkan dapat mengasah kepekaan membaca tanda-tanda keagamaan secara etis, inklusif, dan kontekstual, sehingga moderasi beragama benar-benar hadir sebagai jalan tengah dalam merawat kerukunan dan harmoni sosial.
Daerah
Balai Litbang Agama Makassar Gelar Kelas Intensif Semiotika Moderasi Beragama
- Sabtu, 23 Agustus 2025 | 21:32 WIB
