Rukyatul Hilal di Mamuju, Kakanwil Adnan: Potensi Terlihatnya Hilal Sangat Kecil

Kakanwil Kemenag Sulbar, H. Adnan Nota

Mamuju (Humas Kanwil) – Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama provinsi Sulawesi Barat, H. Adnan Nota, bersama Tim Rukyatul Hilal Bidang Bimas Islam melakukan pengamatan hilal di Tanjung Mercusuar Sumare, Mamuju. (Jumat, 28/02/2025)

Berdasarkan data astronomis, lokasi observasi berada pada koordinat 02⁰ 37' 48,3" LS dan 118⁰ 48' 54,3" BT dengan ketinggian 30 meter di atas permukaan laut (dpl). Matahari diperkirakan terbenam pada pukul 18.25.11 WITA, sementara hilal akan terbenam pada pukul 18.44.24 WITA, dengan elongasi sebesar 5⁰ 34' 29".

Dalam keterangannya, Kakanwil Kemenag Sulbar H. Adnan Nota menyampaikan bahwa pemantauan hilal ini dilakukan untuk membuktikan apakah hilal dapat terlihat secara langsung di Sulawesi Barat. Ia juga mengungkapkan bahwa menurut informasi, Aceh memiliki potensi besar untuk melihat hilal karena berada di titik lebih dari 3⁰ dengan elongasi mencapai 6,9⁰. 

"Untuk penentuan satu Ramadan 1446 H, bersama dengan tim dari Kanwil Kemenag Sulbar dan Pengadilan Agama Mamuju, kita akan memantau munculnya hilal apakah kelihatan atau tidak. Seluruh potensi selalu ada, dan mudah-mudahan kita bisa membuktikannya. Saat ini sudah pukul 17.30, dan pada 18.25 kita akan melihat pergerakan matahari hingga munculnya bulan," ujar H. Adnan Nota. 

Meski demikian, kondisi cuaca di sekitar Tanjung Mercusuar Sumare cukup mendung dan berawan, yang membuat Kakanwil sedikit pesimis terhadap kemungkinan melihat hilal secara kasat mata. 

"Cuaca di sekitar sini sedikit mendung dan agak berawan, sehingga saya agak pesimis untuk melihat hilal. Secara kasat mata, terbenamnya matahari tertutup mendung tebal, tetapi apapun itu, dengan peralatan yang kita miliki, sekecil apapun hilal muncul, kita akan coba melihatnya," tambahnya. 

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa perbedaan dalam penentuan awal Ramadan bukan lagi menjadi polemik di masyarakat. Pemerintah menggunakan dua metode, yakni hisab (perhitungan astronomis) dan rukyatul hilal (pengamatan langsung). 

"Perbedaan dalam penentuan satu Ramadan pasca-reformasi sudah menjadi hal yang biasa. Masyarakat juga memahami bahwa ada dua metodologi yang digunakan, yaitu hisab dan rukyatul hilal. Metode hisab memungkinkan kita untuk menghitung kapan satu Ramadan jatuh, bahkan hingga 10 tahun ke depan. Namun, dalam konteks fikih, syariat mengajarkan untuk melihat hilal secara langsung, sehingga pemerintah menggabungkan kedua metode ini," jelasnya. 

Dengan adanya dua metode yang sama-sama memiliki landasan syar’i, H. Adnan Nota berharap penentuan satu Ramadan tidak lagi menjadi perdebatan di masyarakat. 

Turut hadir dalam rukyatul hilal Perwakilan Ketua Pengadilan Tinggi Agama Prov. Sulbar, Kabid. Bimas Islam, Katim Urais dan Binsyar, Katim Umum dan Humas.


Wilayah LAINNYA