Sengkang (Kemenag) --- Irama rebana menggema di udara, disambut tepuk tangan riuh ribuan penonton yang memadati Lapangan Merdeka Kota Sengkang. Suasana religius bercampur semangat muda begitu terasa saat “Battle Hadrah” digelar dalam rangkaian Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Internasional 2025, Sabtu–Minggu (4–5/10/2025).
Ajang ini menghadirkan kompetisi musik islami yang mempertemukan grup-grup hadrah dari berbagai pesantren di Indonesia. Para peserta tampil penuh energi dengan aransemen irama yang kreatif, lantunan shalawat menggugah hati, serta kekompakan gerak di atas panggung. Suara rebana berpadu dengan pujian kepada Allah dan Rasulullah saw., menghadirkan suasana syiar yang menggugah dan penuh semangat persaudaraan.
Dalam tradisi pesantren, hadrah bukan sekadar hiburan, melainkan bentuk seni musik dan dzikir yang memadukan tabuhan rebana, lantunan shalawat, serta gerakan ritmis yang dilakukan secara berjamaah. Kata hadrah sendiri berasal dari bahasa Arab ḥaḍarah yang berarti “kehadiran”—menggambarkan kehadiran hati dan ruhani dalam mengingat Allah dan Rasul-Nya. Karena itu, setiap dentingan rebana dan bait shalawat yang mengalun bukan hanya pertunjukan seni, tetapi juga ekspresi cinta dan dakwah yang menyentuh jiwa.
Tahun ini, Battle Hadrah diikuti puluhan pesantren dari berbagai daerah di Sulawesi Selatan, antara lain Pesantren DDI Mangkoso, Pesantren Yasrib Watansoppeng, PDF Ulya Putera Sengkang, serta PPTQ Ilmul Yaqin Amha Maros. Keikutsertaan mereka menegaskan bahwa seni dan dakwah bisa berjalan seiring, memperkaya khazanah budaya Islam sekaligus mempererat persaudaraan antar-santri.
Afdal, pembina dari PPTQ Ilmul Yaqin Amha Maros, menyampaikan rasa bangga dan haru melihat antusiasme masyarakat. “Harapan saya, ke depan acara ini bisa lebih meriah dari tahun ini, atau setidaknya setara dengan yang kita saksikan sekarang. Kami tidak menyangka antusias masyarakat sebesar ini,” ujarnya.
Kehadiran Battle Hadrah dalam MQK Internasional menjadi bukti bahwa tradisi keilmuan pesantren tidak hanya hidup di kitab kuning, tetapi juga berdenyut dalam karya seni yang sarat makna. Melalui musik, santri berdakwah dengan cara yang indah—menyampaikan pesan cinta, kedamaian, dan keagungan Islam lewat irama yang menggerakkan jiwa.