Kendari (Kemenag) --- Suasana arena Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadis (STQH) Nasional XXVIII Tahun 2025 di Kendari, Sulawesi Tenggara, tak hanya dipenuhi lantunan ayat suci Al-Qur’an. Di area booth pameran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam, ratusan pengunjung antusias mencoba teleskop dan teodolit dalam kegiatan edukatif bertema ilmu falak.
Sejak sore hari, pengunjung dari berbagai daerah tampak berkerumun di area tersebut. Di bawah langit cerah Kendari, mereka berkesempatan mengamati benda-benda langit seperti Matahari, Planet Mars, Bintang Vega, dan Bintang Antares. Aktivitas ini memberi pengalaman baru bagi masyarakat untuk memahami bagaimana para ahli falak bekerja menentukan waktu ibadah, arah kiblat, dan awal bulan hijriah.
Selain teleskop, alat teodolit juga menarik perhatian pengunjung. Alat optik presisi tinggi ini umumnya digunakan untuk mengukur sudut vertikal (altitude) dan horizontal (azimut). Meski dikenal sebagai alat ukur tanah, teodolit memiliki peran penting dalam menentukan arah kiblat dan posisi hilal.
Nur Aini, warga Kendari, mengaku baru pertama kali melihat langsung benda langit melalui teleskop. “Saya kira cuma bisa dilihat di televisi. Ini pertama kali saya lihat langsung, ternyata jelas sekali bentuknya. Tadi saya coba sendiri,” ujarnya, Sabtu (18/10/2025).
Sementara itu, Ahmad Fahri, mahasiswa Universitas Halu Oleo, mengatakan, pengalaman tersebut membuka wawasannya tentang hubungan antara sains dan agama.
“Selama ini saya tidak tahu bagaimana proses mencari hilal. Ternyata ada teknologi dan perhitungan yang sangat canggih di baliknya. Sekarang saya juga tahu cara menentukan arah kiblat,” tuturnya.
Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kementerian Agama, Arsad Hidayat, menjelaskan bahwa teleskop merupakan alat utama dalam kegiatan rukyatulhilal, yaitu pengamatan bulan sabit untuk menentukan awal bulan hijriah.
“Fungsi teleskop dalam ilmu falak sangat penting karena mampu mengumpulkan cahaya dari benda langit yang jauh, seperti bintang, planet, hilal, dan galaksi. Sementara teodolit berfungsi mengukur sudut azimut Ka'bah untuk menentukan arah kiblat dengan akurasi tinggi,” terangnya.
Menurut Arsad, memperkenalkan alat-alat falak di ajang nasional seperti STQH bukan sekadar memperlihatkan teknologi, tetapi juga menanamkan kecintaan terhadap ilmu yang menjadi fondasi peradaban Islam.
“Falak adalah cabang ilmu yang menuntun kita memahami tanda-tanda kebesaran Allah di langit. Dengan teleskop dan teodolit, kita belajar bahwa iman dan sains dapat berjalan beriringan,” tambahnya.
Menjelang malam, banyak pengunjung tampak takjub saat melihat bintang pertama muncul di langit Kendari melalui teleskop. Momen tersebut menjadi pengalaman berkesan bagi masyarakat yang hadir, bukan sekadar tontonan, tetapi juga pelajaran tentang keteraturan alam dan kebesaran Sang Pencipta.
(Fn/Mr)