Para ulama telah banyak memberikan jalan atau penjelasan dalam memahami agama. Mereka merujuk kepada dua sumber dalam ajaran Islam yakni Qur'an dan Sunnah kemudian mencoba menginterpretasikan ajaran-ajaran tersebut dalam bentuk ijtihad atau penjelasan supaya dapat dipahami dengan mudah oleh umat. Ajaran-ajaran agama yang kita konsumsi hari ini, sangat banyak peran ulama dalam memberikan penjelasan dan memudahkan kita untuk memahaminya. Posisi ulama sebagai mediator dalam menyampaikan wahyu Tuhan dan sunnah Nabi, sangat kita rasakan lewat karya-karya mereka yang begitu banyak. Kita dimudahkan dalam memahami ajaran agama lewat pikiran-pikiran cerdasnya yang diramu dalam berbagai segmen ajaran agama.
Pada zaman Nabi dan sahabat belum ada spesialisasi keilmuan, para sahabat hanya menerima apa saja yang Nabi ajarkan kepada mereka, dan kadang juga bertanya tentang berbagai persoalan kepada Nabi dan langsung dijawab oleh Nabi, belum ada spesialisasi keilmuan seperti ilmu tafsir, hadis, fiqh, sejarah, tapi murni ajaran yang didapatkan dari Nabi tanpa ada dikotomi keilmuan. Begitupun dizaman sahabat belum berkembang spesialisasi keilmuan namun sudah ada perbedaan dalam memahami wahyu dan sunnah Nabi.
Keberadaan para sahabat dan ulama-ulama sesudahnya banyak memberikan kontribusi yang besar dalam mempermudah dalam menjalankan ajaran agama. Salah satu sahabat yang sangat piawai dalam meramu ajaran agama dan mempermudah dalam memahami ajaran agama, adalah Ali bin Abi Thalib, keistimewaan Ali ini adalah kepiawaiannya dalam menterjemahkan ilmu yang berasal dari Nabi. Dan itu diakui oleh Nabi tentang kecerdasan Ali dalam meramu keilmuan.
Ada perkataan Ali bin Abi Thalib yang sangat menarik terkait motivasi dalam beribadah, perkataan ini dikutip oleh Syaikh Nawawi Al Bantani, dalam salah satu kitabnya yang sangat terkenal di dunia pesantren yaitu "Nashaihul Ibad" atau nasehat-nasehat dalam peribadatan, bagi para santri kitab ini sangat penting karena banyak memuat ajaran agama khususnya yang berkaitan anjuran dan dalam agama yang dikemas secara menarik dengan pendekatan yang berstruktur, sehingga bagi seorang santri memudahkan untuk mengadopsi bahan-bahan dakwah untuk disampaikan secara mudah ke umat secara umum.
Dalam bahasa Ali, dia mempergunakan kata "Kun" dalam memberikan motivasi untuk melaksanakan ibadah. Tips dari sahabat Nabi ini, bisa menjadi acuan untuk memperbanyak Amaliah atau ibadah kita dan punya kualitas baik dalam pandangan Tuhan maupun dalam pandangan manusia. Dalam ilmu bahasa arab "Kun" yang diterjemahkan jadilah, adalah bentuk perintah dari kata 'Kana". Dalam Al-Qur'an ada juga kita temukan kata Kun yaitu pada akhir surah yasin yaitu "kun fayakun", yang biasa diterjemahkan "jadilah, maka jadilah ia", artinya Tuhan itu dengan kekuasaannya cukup berkata "jadilah" maka sesuatu itu, maka sesuatu itu akan menjadi eksis.
Perkataan Ali yang pertama adalah "Kun idallahi khairunnas" atau jadilah dalam pandangan Tuhan sebaik-baik manusia. Ini mengandung makna yang dalam terkait dengan metode penyembahan kepada Tuhan. Bahwa ketika kita beribadah khususnya ibadah dalam arti langsung berhubungan dengan Tuhan atau ibadah mahdha, mesti kita menampilkan diri terbaik di sisi Tuhan. Ibadah shalat misalnya, persiapan itu dimulai sebelum shalat yakni ketika berwudhu, yaitu dengan menyempurnakan wudhu, ada seorang sahabat Nabi, ketika akan berwudhu, dia merasa gemetar, ketika ada temannya yang bertanya, kenapa merasa gemetar, sahabat itu menjawab, bukankah sebentar saya akan menghadap Tuhanku. Itu adalah awal mula untuk memperbaiki diri, bagaimana cara khusu' dalam shalat. Itulah salah satu contoh bagaimana merasa terbaik disisi Tuhan.
Perkataan Ali yang kedua, "Kun indannafsi syarrunnas", jadilah dalam pandangan dirimu, sejelek-jelek manusia. Motivasi ini sangat penting untuk kita renungkan. Bahwa dalam memandang diri kita, pendekatan yang baik supaya kita termotivasi untuk tidak pernah meninggalkan kebaikan adalah dengan merasa diri paling sedikit beramal dibandingkan dengan yang lain. Ini juga yang sering dikatakan oleh para ahli hikmah bahwa kalau ketemu dengan orang yang lebih muda dari kita, kita berkata pada diri kita bahwa orang ini lebih muda, tentunya lebih sedikit berbuat salah atau berbuat dosa jika dibandingkan dengan saya yang sudah lama hidup di dunia. Begitupun sebaliknya jika bertemu dengan orang yang lebih tua dari kita, tentu akan muncul dalam pemikiran kita bahwa orang ini lebih tua, tentu sudah banyak perbuatan baiknya karena dia hidup di dunia lebih lama, jika dibandingkan kepada yang lebih muda yang perbuatan baiknya masih sedikit.
Dan yang terakhir dari perkataan Ali, adalah "Kun indannas, rajulan minannas", bahwa jadilah manusia biasa di tengah-tengah manusia ", perkataan ini juga yang dapat membuat kita tampil sederhana di tengah-tengah masyarakat. Tidak menonjolkan diri, sekalipun dalam pandangan manusia, kita dianggap sebagai manusia yang punya berbagai kelebihan, namun tetap menjaga diri untuk tampil sebagai manusia yang tidak merasa hebat dibandingkan manusia-manusia lainnya ditengah masyarakat.
Itulah tips dari Ali bin Abi Thalib yang syarat dengan makna, khususnya dalam kaitannya bagaimana memperbaiki ibadah kita ditengah-tengah masyarakat. Bahwa tujuan Tuhan dalam menciptakan manusia adalah untuk beribadah kepadanya, dan ibadah yang terbaik disisi Tuhan adalah ibadah yang punya kualitas atau yang dalam bahasa agamanya "Ahsanu Amalaa", amal yang terbaik.
(Bumi Pambusuang, 15 Desember 2024)