Prestasi, Bukan Prestise

Oleh : Ilham Sopu

Keberadaan kota Mekkah sebelum datangnya Islam yang dibawa oleh Muhammad, itu dipenuhi berhala-berhala sesembahan, penduduk Makkah waktu didominasi oleh penganut agama nenek moyang mereka yaitu penyembahan pada berhala. Berhala-berhala yang disembah banyak bergantungan di tembok Ka'bah. Kehadiran Muhammad adalah untuk membawa perubahan, yaitu ingin merubah keadaan dari politeisme ke monoteisme, atau dari masyarakat yang menyembah berhala menuju kepada masyarakat yang bertauhid.

Kehadiran Nabi itu, tidak disukai sebagaian masyarakat Makkah pada waktu itu, karena sudah mendarah daging faham politeisme yang ada dalam diri mereka, dan faham yang dibawa oleh Nabi, sangat bertentangan dengan ajaran nenek moyang mereka yang sudah sangat familier yang mereka anut selama ini. Nabi sebagai reformir, pembawa faham atau misi ketauhidan dan juga membawa ajaran yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan yang didasari nilai-nilai ketauhidan.

Faham ketauhidan dan nilai-nilai kemanusiaan itulah yang akan diperjuangkan oleh Nabi, sesuatu yang sangat bertentangan dengan faham orang quraisy selama ini, dan itulah yang membuat masyarakat quraisy terganggu, karena akan menggerogoti faham-faham yang mereka anut selama ini. Mereka ingin mempertahankan faham nenek moyang mereka, yang lebih mengandalkan orientasi prestise, atau orientasi gengsi, sedangkan misi Nabi lebih mengandalkan orientasi prestasi ketauhidan dan kemanusiaan.

Perbedaan orientasi keduanya sangat beda, dan bertentangan, orang quraisy ingin mempertahankan orientasi prestise, demi untuk menjaga nilai-nilai gengsi dan mempertahankan nilai-nilai kesukuan dan primordialisme yang sempit, sedang Nabi datang membawa nilai-nilai reformasi atau nilai-nilai prestasi, khususnya dalam nilai ketauhidan dan kemanusiaan.

Orang-orang quraisy lebih mengedepankan keturunan dalam mempertahankan eksistensinya, yaitu faktor gengsinya atau prestisenya lebih menonjol bukan faktor prestasinya. Dalam bahasa Ibnu Taymiyah dikatakan "Al i'tibaru fi al-jahiliyah bi al-ansab, wa al-i'tibaru fi al-Islam bi al-a'mal" (Pertimbangan dalam jahiliah berdasarkan keturunan, dan pertimbangan dalam Islam berdasarkan amal perbuatan).

Nabi Ibrahim pernah ditegur oleh karena mencoba untuk menawarkan faktor prestise dalam melanjutkan kepemimpinan Ibrahim seperti tercantum dalam Al Qur'an, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikanmu imam (pemimpin dan teladan) bagi seluruh manusia." Dia (Nabi Ibrahim) berkata: "Dan (saya mohon juga) dari keturunanku." Dia berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak berlaku (bagi) orang-orang zalim".

Dengan melihat firman Tuhan ini, Nabi Ibrahim menyisipkan permintaannya ketika akan diangkat pemimpin oleh Tuhan, untuk mendorong keturunannya atau keluarganya untuk dijadikan juga pemimpin. Tapi dengan tegas Tuhan menampik permintaan Nabi Ibrahim, bahwa itu tidak berlaku bagi keturunan Ibrahim yang melakukan kezaliman. Tawaran Nabi Ibrahim kepada Tuhan, adalah suatu bentuk tawaran yang sifatnya prestise, lebih mengandalkan gengsi untuk mendorong keluarganya dengan tidak memandang kualitas atau prestasi dari keturunannya.

Dengan tegas firman Tuhan ini menegaskan, satu segi dari ajaran Islam yang fundamental, yaitu bahwa penghargaan kepada seseorang oleh Tuhan, seperti diangkatnya seseorang itu jadi pemimpin, bukanlah karena pertimbangan faktor keturunan, tapi karena pertimbangan faktor apa yang diperbuat oleh orang itu. Tuhan mengangkat Ibrahim sebagai pemimpin umat manusia menuju kepada-Nya, itu karena prestasi yang dimiliki oleh Nabi Ibrahim, bukan karena prestise, sekalipun Nabi Ibrahim dari keturunan yang punya prestise, tapi dia lebih menonjolkan prestasinya.

Kehadiran agama yang dipelopori oleh para Nabi, dimulai dari Ibrahim dan dilanjutkan oleh keturunannya, sampai kepada Nabi Muhammad SAW, mereka ini membawa ajaran agama yang lebih mengandalkan orientasi prestasi, seperti yang diperjuangkan oleh Muhammad saw, dalam kurun waktu 23 tahun, Muhammad SAW berhasil mendakwahkan ajaran keislaman yang berintikan ajaran kemanusiaan yang berlandaskan ketauhidan.

Nabi berasal dari keturunan yang mulia, dan mengajarkan kemuliaan. Nabi memiliki prestise karena berasal dari keturunan yang mulia, tapi dalam mengajarkan pesan-pesan dari Tuhan berupa ajaran agama, Nabi lebih menonjol orientasi prestasinya, Nabi membangun dua wilayah yaitu Makkah dan Madinah dalam waktu yang sangat singkat yakni 23 tahun, berhasil membangun peradaban yang agung, suatu masyarakat yang berlandaskan nilai ketauhidan dan nilai-nilai kemanusiaan universal, dengan orientasi prestasi yang lebih menonjol bukan prestise.

(Bumi Pambusuang, 29 Desember 2024)


Opini LAINNYA

Tahun Baru

Apa Kamu Beriman ?

Uzlah Di Era Modern (Memaknai Tahun Baru)

Prestasi, Bukan Prestise

Menjawab Tantangan Zaman

Mentradisionalkan Masyarakat Modern

Ungkapan Akhir Tahun

Waktu Adalah Umur