Dalam salah satu ayat Al Qur'an dikatakan "Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku untukmu dan telah Kuridhai Islam (penyerahan diri) menjadi agama untukmu (QS 5 : 3). Menarik sekali untuk dikaji ayat ini yang merupakan Wahyu terakhir yang turun kepada Nabi, dan pada saat itu umat Islam merayakan Idul Adha.
Dalam Pandangan Prof Quraish Shihab, ada dua kata yang menarik diatas yaitu "akmaltu" dan "atmamtu". Dalam terjemahan Kementerian Agama akmaltu diterjemahkan "Kusempurnakan" sedangkan atmamtu diterjemahkan "Kucukupkan". Menurut Prof. Quraish, Al-Qur'an menggunakan keduanya untuk makna yang sama tapi tidak serupa. Akmaltu diartikan dengan "menghimpun banyak hal yang kesemuanya sempurna dalam satu wadah yang utuh". Sedangkan atmamtu diartikan dengan "menghimpun banyak hal yang belum sempurna sehingga menjadi sempurna". Sangat menarik pemaparan Prof. Quraish tentang bahasan ini.
Sempurna dan cukup, dua hal yang sulit dibedakan, agama sudah sempurna, sedangkan nikmat sudah cukup. Bukankah sempurna itu sudah cukup, dan bukankah cukup itu sudah sempurna. Terjemahan dari Kemenag ini juga sangat menarik. Apa yang sudah diwariskan oleh Nabi yaitu berupa agama sudah sempurna. Nabi telah meninggalkan dua pusaka yang sudah sempurna, yaitu Alquran dan hadis, yang jika kita berpegang teguh pada keduanya, kita tidak akan tersesat, yaitu kita berada di jalan yang lurus.
Dan nikmat itu sudah cukup, nikmat dari Tuhan itu tidak pernah kurang, itulah sebabnya Tuhan menantang manusia bahwa manusia tidak akan mampu menghitung nikmat Tuhan. Sekalipun manusia berkumpul secara keseluruhan untuk bersama-sama menghitung nikmat Tuhan, mereka tidak akan mampu menghitungnya. Nikmat akan selalu cukup, cuma manusia yang tidak merasakan kenikmatan-kenikmatan yang tersebar di mana-mana. Manusia itu kebanyakan dzalim dan kufur, itu karena manusia jarang mendeteksi kenikmatan-kenikmatan Tuhan yang ada alam semesta ini, maupun nikmat yang ada dalam dirinya.
Tuhan menyebut tiga nikmat dalam diri manusia, di samping nikmat-nikmat lainnya yang manusia banyak mengingkari, karena manusia tidak menggunakan sesuai dengan petunjuk Tuhan. Ketiga nikmat tersebut adalah hati, telinga dan mata. Tuhan menyindir manusia, mereka punya hati tapi mereka tidak memanfaatkan untuk memahami ayat-ayat Tuhan baik ayat qauliyah maupun ayat-ayat qauniyah, hati mereka tertirai, hati mereka tumpul, fasilitas Tuhan yang sangat berharga, mereka mencampakkannya.
Tuhan juga sudah memberikan isyarat-isyarat-Nya dalam Al-Qur'an supaya manusia memperhatikan ciptaan-ciptaan Tuhan yang ada di alam raya, seperti bagaimana unta diciptakan, bagaimana langit ditinggikan, bagaimana gunung ditegakkan, bagaimana bumi dihamparkan, ini semua adalah isyarat-isyarat supaya hati manusia terpancing untuk memikirkannya, Tuhan tidak hanya memfasilitasi manusia dengan hati, tetapi juga memberikan obyek atau fasilitas di luar dirinya supaya hati tertarik untuk memikirkan obyek tersebut.
Betapa banyaknya nikmat Tuhan yang diperuntukan untuk manusia baik nikmat yang ada dalam dirinya maupun nikmat yang ada di luar dirinya. Itulah yang diungkapkan oleh Al-Qur'an bahwa agama telah sempurna dan nikmat sudah cukup, Tuhan menurunkan atau memfasilitasi manusia dengan agama, seluruh ajaran-ajaran agama yang yang diturunkan oleh Tuhan baik itu shalat, haji, zakat, puasa, maupun ajaran-ajaran lainnya itu sudah lengkap, Nabi tidak akan meninggalkan dunia ini begitu saja, tugas Nabi sudah selesai, Nabi berjuang selama kurang lebih 23 tahun untuk menyampaikan risalah dari Tuhan berupa agama, Nabi menyelesaikan tugasnya secara sempurna.
Kesempurnaan agama lewat ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya adalah yang sempurna, begitupun juga dengan nikmat Tuhan, juga hal yang sempurna. Namun ada terkait dengan kedua kata tersebut, sekalipun terjemahan dalam bahasa Indonesia itu sangat mirip. Sebagaimana pandangan Prof. Quraish di atas tentang kata nikmat yang menggunakan kata "atmamtu", yang diartikan menghimpun banyak hal yang belum sempurna sehingga menjadi sempurna, nikmat Tuhan itu banyak, manusia menikmati nikmat-nikmat Tuhan, seluruh manusia menikmati nikmat Tuhan tanpa kecuali.
Namun manusia belumlah sempurna menikmati nikmat Tuhan itu kalaulah belum melibatkan pemilik nikmat dalam kehidupan kesehariannya, atau sepanjang manusia belum bersyukur tentang keberadaan nikmat-nikmat tersebut, manusia belum menikmati secara sempurna fasilitas Tuhan yang diturunkan kepadanya. Makanya dalam Al-Qur'an dikatakan, jika kamu bersyukur, Aku akan tambah nikmat-Ku. Kesyukuran adalah bentuk pelibatan Tuhan dalam menikmati nikmat-nikmat Tuhan, dan Tuhan akan membalas dengan berbagai kenikmatan lainnya bagi manusia yang rajin bersyukur, hakekat syukur sebenarnya bukanlah nikmatnya tersebut tetapi pemilik nikmatlah yang harus tetap kita ingat kepada-Nya.
Ada yang menarik dalam logika Alquran tentang kesyukuran atas nikmat Tuhan, dalam logika Al Qur'an dikatakan bahwa jika kamu bersyukur Aku akan tambah nikmat-Ku, tetapi kalau kamu kufur siksaku amat pedih. Kalau logika manusia yang kita pakai seharusnya teksnya akan berbunyi, jika engkau bersyukur nikmat-Ku akan Kutambah, tetapi kalau kufur nikmat-Ku akan Aku kurangi, tapi Tuhan itu Maha penyayang, nikmat Tuhan akan tetap tercurah kepada manusia sekalipun manusia itu kufur kepada-Nya.
(Bumi Pambusuang, 1 Februari 2025)
![](/storage/posts/big/1738491907.jpg)