Dalam kajian keagamaan, sudah familiar istilah ayat qauliyah dan ayat kauniyah, kedua ayat tersebut diperintahkan kepada manusia untuk membacanya. Namun yang lebih populer dalam keseharian adalah membaca ayat qauliyah, karena secara teks sangat dianjurkan untuk membacanya. Dalam ibadah ritual seperti shalat dan berdoa itu diharuskan untuk membaca ayat-ayat qauliyah, sehingga dalam pemahaman para ulama lebih diutamakan membaca ayat qauliyah dibandingkan dengan ayat qauniyah.
Sebenarnya ayat qauliyah dan qauniyah ini tidak bisa dipisahkan, dua hal yang punya keterkaitan, memahami ayat qauliyah perlu bantuan ayat qauniyah, begitupun pemahaman terhadap ayat-ayat qauniyah diperlukan landasan ayat-ayat qauliyah. Keterkaitan tersebut dibuktikan ketika merujuk ke surah al Alaq atau surah iqra', di situ Tuhan melalui malaikat Jibril memerintahkan Muhammad saw untuk membaca, dalam ayat tersebut dalam pendekatan bahasa, kata perintah untuk membaca, namun obyek yang harus di baca tidak tertera secara jelas ayat tersebut. Dalam kaidah kebahasaan ada ungkapan bahwa perintah yang tidak disebutkan objeknya, maka perintah tersebut bersifat umum. Obyek bacaannya adalah umum, baca saja apa yang dapat di baca, baik bacaan qauliyah maupun bacaan qauniyah.
Dalam pendekatan spritualisme, menarik untuk dikaji surah al alaq ini, dimulai dengan perintah membaca sebagai simbol kecerdasan intelektual, dan diakhiri dengan ayat perintah bersujud "wasjud waktarib", bersujud dan mendekatkan diri pada Tuhan sebagai lambang kecerdasan spritual, ada keterkaitan dan ketersambungan dari ayat awal surah dan ayat akhir surah, yaitu iqra' dan akhir surah ini yaitu wasjud waktarib.
Pembacaan ayat dan pembacaan alam, dua tema sentral yang terdapat dalam surah al Alaq ini, pembacaan kedua ayat ini, ini akan mengantarkan manusia, untuk sampai kepada Tuhan atau dekat dengan Tuhan, lewat simbol wasjud waktarib. Menjadi hamba itu tidak bisa dilepaskan dari simbol wasjud, kehambaan yang sebenarnya itu ada di dalam simbol wasjud. Namun untuk mencapai simbol tersebut, diperlukan suatu proses pembacaan secara sungguh-sungguh. Suatu pembacaan yang holistik, bukan pembacaan yang parsial.
Dengan banyak membaca, baik dengan menggunakan ayat-ayat qauliyah maupun ayat-ayat qauniyah, akan melahirkan manusia-manusia yang punya kepekaan intelektual dan kepekaan spritual. Dengan kedua kepekaan tersebut, manusia akan merasakan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka, yang dimulai dari asal kejadiannya, sebagaimana disinggung dalam ayat kedua dari surah al Alaq, dimana Tuhan menginformasikan tentang kejadian manusia, yang terbentuk dari segumpal darah.
Dalam ayat satu sampai lima dalam surah Al Alaq, dua kali kata iqra' disebut, dan keduanya punya makna yang sangat penting. Iqra pertama dihubungkan nama Tuhan, begitupun dengan iqra kedua disebutkan bahwa Tuhan maha mulia. Kemuliaan Tuhan itu merembes kepada manusia sebagai ciptaan masterpiece dari Tuhan, sebagai makhluk mulia, karena hanya manusialah makhluk yang disebut dalam Qur'an sebagai makhluk yang mulia. "Sungguh kami muliakan anak Adam", begitu penegasan Tuhan dalam Al Qur'an.
Kemuliaan manusia disini sangat terkait dengan mengoptimalkan potensi diri yang dimilikinya, potensi beriqra' dengan mencoba mengadopsi nama Tuhan sebagaimana dalam kalimat " Iqra' bismi rabbik", potensi beriqra' hanya dimiliki oleh manusia. Namun demikian potensi tersebut, harus dihubungkan atau terkoneksi dengan nama-nama Tuhan, membaca fenomena alam, membaca fenomena sosial mesti punya landasan nilai-nilai ketuhanan sebagai implementasi dari bismi rabbik.
Dengan mengoptimalkan potensi yang ada pada diri manusia, dan mencoba mengadopsi karakter ketuhanan, Tuhan menjawab di ayat berikutnya bahwa Tuhan itu maha mulia. Tuhan akan memancarkan kemuliaannya kepada manusia, vibrasi ketuhanan akan nuzul kepada manusia, sepanjang manusia tetap konsisten, dalam menjaga fitrah kemanusiaan, sebagai makhluk yang senantiasa terus membaca zaman dengan landasan nama-nama Tuhan yang tidak pernah terlupakan.
Pembacaan kedua ayat-ayat Tuhan yakni qauliyah dan qauniyah, akan melahirkan karakter hamba yang punya keilmuan yang mendalam disertai atau dilandasi karakter ketuhanan atau internalisasi sifat-sifat Tuhan sebagai pondasi untuk menciptakan moral yang kuat. Karakter inilah yang melahirkan manusia-manusia yang tawadhu, yang banyak melakukan sujud dan pendekatan kepada Tuhan, itulah yang dimaksud dengan penutup dari surah al Alaq yakni wasjud waktarib.
(Bumi Pambusuang, 31 Agustus 2025)