Tim Rukyatul Hilal Siap Melakukan Pemantauan Jelang Penetapan 1 Syawal 1445 H

Plt. Kakanwil Kemenag Sulbar Dr. H. Syamsul, S.Ag., M.Pd ketika diwawancara oleh TVRI Sulbar dalam program "Bincang Malaqbi". (4/4/2024)

Mamuju (Kemenag) -- Jelang penetapan 1 Syawal 1445 H, Tim Rukyatul Hilal Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Barat telah siap melakukan pemantauan. Hal tersebut disampaikan Plt. Kakanwil Kemenag Sulbar Dr. H. Syamsul, S.Ag., M.Pd ketika diwawancara oleh TVRI Sulbar dalam program "Bincang Malaqbi". (4/4/2024)

H. Syamsul menjelaskan bahwa Tim Rukyatul Hilal yang mengikuti pemantauan tersebut sudah diambil sumpahnya dan merekalah yang menyaksikan hilal. Pengamatan tersebut menggunakan alat khusus yakni telescope, hasil pengamatan mereka kemudian dibawa ke sidang isbat untuk menentukan kapan jatuhnya 1 Syawal.

Hilal sendiri adalah bulan sabit muda pertama yang dapat dilihat setelah terjadinya konjungsi (ijtimak, bulan baru) pada arah dekat matahari terbenam yang menjadi acuan permulaan bulan dalam kalender Islam. Biasanya hilal diamati pada hari ke-29 dari bulan Islam untuk menentukan apakah hari berikutnya sudah terjadi pergantian bulan atau belum. 

Saat rukyatul hilal ada peluang di satu titik kelihatan dan di titik lain tidak kelihatan, dengan dasar itulah titik-titik pemantauan diperbanyak. Inilah yang nanti dijadikan laporan secara keseluruhan se-Indonesia.

Jelasnya lebih lanjut bahwa pemantauan hilal dilakukan oleh Tim Rukyatul Hilal Kanwil Kementerian Agama, Kemenag Kabupaten dengan menggandeng Pengadilan Agama, Pemerintah Daerah, Ormas Islam, Tokoh Masyarakat dan Pihak terkait.

Namun dalam penetapan 1 Syawal di Indonesia terjadi perbedaan antara pemerintah dan Muhammadiyah. Dalam dua dekade terakhir, telah terjadi perbedaan penetapan Idulfitri, Pemerintah dan Muhammadiyah setidaknya mengalami perbedaan Idulfitri sebanyak empat kali.

Adapun perbedaaan penetapan Idul Fitri antara pemerintah dan Muhammadiyah sebetulnya bukan kali pertama terjadi.

Perbedaan ini terjadi lantaran pemerintah dan Muhammadiyah menggunakan metode yang berbeda dalam menetapkan bulan kamariah, bulan-bulan dalam kalender Hijriyah. Muhammadiyah menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal, sementara pemerintah menggunakan metode rukyatul hilal.

Namun demikian menurur Syamsul, perbedaan itu seharusnya menjadikan umat muslim tetap menghargai perbedaan dan mengedepakan sikap toleran. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengimbau masyarakat menghormati umat Islam yang memutuskan hari Idulfitri berbeda dengan pemerintah.

Kita sepakat bahwa perbedaan penetapan Idulfitri tidak perlu diperdebatkan, tetapi justru harus dijadikan sebagai sarana memperkokoh hubungan di antara kalangan umat Islam. Perbedaan itu justru harus menjadi rahmat memperkuat persatuan umat atau ukhuwah Islamiyah.

Dalam kesempatan tersebut turut hadir Ketua PW Muhammadiyah Sulbar, Dr. Wahyun Mawardi, tang memberikan pandangan dasar perhitungan metode hisab hakiki wujudul hilal.


Wilayah LAINNYA