Mediator, Sebuah Profesi Baru

Anton Ranteallo, SS, M.Pd – Alumni Pelatihan (Penyuluh Agama Katolik Sulbar)

Ada banyak profesi saat ini yang dapat menjadi pilihan bagi setiap orang sesuai minat dan bakat. Dengan profesi seseorang bisa membantu orang lain untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Karena kita tahu dan sadar bahwa setiap orang sebagai mahkluk sosial pasti memiliki masalah dalam peziarahan hidup ini yang terkadang tidak bisa menyelesaikan masalahnya. Dibutuhkan pihak ketiga untuk dapat membantu keluar dari lingkaran permasalahan. Salah satu profesi yang bisa digeluti adalah mediator.

Mediator meupakan sebuah profesi yang bisa dijankan oleh siapa saja dengan syarat telah mengikuti pelatihan khusus dan mendapat sertifikat. Seorang mediator harus memiliki keterampilan agar bisa memfasilitasi proses mediasi. Untuk sampai pada tahap ini, seseorang harus mengikuti pelatihan selama 40 jam sebagai modal awal dalam menyelesaikan sebuah kasus.

Kanwil Kemenag Provinsi Sulawesi Barat bekerja sama dengan Pusat Kerukunnan Umat Berangama RI, menyadari betapa pentingnya profesi mediator ini sehingga diadakan pelatihan selama satu minggu penuh di Hotel Grand Mutiara, 25-30 September 2023. Kegaitan yang dibuka oleh Kabag TU, DR. H. Suharli, S.Ag, M.Si menyampaikan bahwa pelatihan ini sangat penting sehingga peserta harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh dan kelak bisa menjadi mediator yang baik di tengah masyarakat.

Waligsongo Mediation Center (WMC) yang berlisensi dari Mahkama Agung menjadi narasumber dalam kegiatan ini. Mereka itu adalah Prof. Dr. H. Sholihan, M.Ag dan Prof. DR. Misbah Zuifa Elisabeth, M.Hum serta Badrun Munir, MA. Selain itu, mereka didampingi panitia dari Pusat Kerukunan Umat Beragama dibawa pimpinan DR. H. Wawan Djunaidi, MA.

Kakanwil Kemenag yang memberikan materi pada hari kedua menggaris bawahi apa yang telah disampaikan oleh Kabag TU bahwa pelatihan ini sangat luar biasa sehingga para utusan dari setiap kabupaten harus mengikuti dengan serius dan penuh perhatian pelatihan ini. Peserta dalam kegiatan diikuti oleh 32 orang yang berasal dari utusan Kanwil Kemang Provinsi Sulawesi Barat, FKUB Provinsi, kabupaten, dan Ormas. Lebih lanjut Kakanwil menjelaskan bahwa sebagai fasilitator, atau mediator kelak harus terbuka, berwawasan luas, karena kita menghadapi masyarakat yang heterongen. Untuk itu menurutnya ada 4 hal yang harus diketahui. Pertama, kehidupan bernegara. Kita adalah negara hukum bukan negara agama. Tapi agama ada di dalamnya sebagai afirmasi. Sebagai negara kesatuan kita harus taat pada hukum, asas. Harus menghormati simbol negara. Kedua, kehidupan berbagsa. Indonesia terdiri dari suku bangsa dimana adat, budaya sangat kental sehingga kita harus saling menghargai. Misalnya, Aluk Maparondo di Mamasa. Masyarakat kita  sudah ada yang kawin mawin yang tidak bisa dilarang. Beda di Eropa. Perbedaan ya perbedaan, dalam hal bahasa Inggris misalnya, ada 4 negara bagian tapi hanya Inggris Raya yang menggunakan bahasa Inggris, yang lain memakai dialek sendiri. Ketiga, Kehidupan beragama. Menghargai setiap agama termasuk aliran kepercayaan. Keempat, Kehidupan bermasyarakat. Karena kita adalah mahkluk sosial, yang saling membutuhkan. Meski kebutuhan itu terukur.

Pelatihan menjadi mediator ini setidaknya ada 10 modul yang harus diketahui dan diinternalisasikan agar bisa menjadi mediator, yakni: bagaimana membangun kesepahaman, pengkondisian, pengenalan diri, mamahami konflik, analisa konflik, indentitas dan konflik, negosiasi, teori dan praktek mediasi, keterampilan dan kode etik mediator serta mediasi peradilan. Inilah materi yang diberikan oleh tim WMC selama satu minggu pelatihan di bawa tema, “Peningkatan Kapasitas Resolusi Konflik".

Utusan dari setiap kabupaten mengikuti pelatiahan dengan sungguh-sungguh karena memang SOP yang digariskan demikian. Tidak mengikuti satu sesi akan mendapat ganjaran yang sudah pasti tidak lulus. Untuk itu, selama proses pelatihan ini semua peserta berlomba-lomba mencerna setiap materi yang disampaikan oleh narasumber sembari diisi dengan permainan yang melatih kosentrasi. Pak Kapus yang juga mendampingi peserta dari awal menyampaikan kesan bahwa peserta yang mengikuti pelatihan ini sangat dinamis dan partisipatif.


Wilayah LAINNYA