Polewali Mandar – Kementerian Agama terus memperkuat peran penyuluh agama dalam menjaga harmoni sosial di tengah masyarakat. Melalui kegiatan Penguatan Moderasi Beragama bagi Tim Pencegahan Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan bertema “Harmony Indonesia, Fundamental Merawat Kerukunan” yang digelar di Polewali pada 3 Oktober 2025, para penyuluh dibekali perspektif baru tentang sensitivitas dan pencegahan dini terhadap potensi konflik.
Materi utama disampaikan oleh Staf Khusus Menteri Agama Bidang Pendidikan, Organisasi Kemasyarakatan, dan Moderasi Beragama, Farid F. Saenong, MA., M.Sc., Ph.D. Ia menegaskan bahwa tugas penyuluh agama bukan sekadar memberi penerangan, tetapi juga menjaga denyut kedamaian di akar rumput.
“Penyuluh mengemban amanah berat. Kami memberi apresiasi sebesar-besarnya. Dibutuhkan kepekaan yang dilatih terus-menerus untuk membaca potensi konflik sekecil apa pun, karena jika dibiarkan, ia bisa membesar,” ujar Farid.
Ia mengingatkan agar para penyuluh tidak hanya menjadi garda terdepan pencegahan konflik, tetapi juga tidak terlibat atau ikut memperkeruh suasana. Kepekaan sosial disebutnya sebagai “indra ketiga” yang harus terus diasah.
Dalam pemaparannya, Farid juga mengulas esensi moderasi beragama melalui pendekatan amar ma’ruf nahi munkar. Ia menjelaskan bahwa konsep khair dan ma’ruf sama-sama bermakna kebaikan, namun keduanya menyentuh ruang yang berbeda.
Khair adalah kebaikan yang lahir dari pilihan sadar dan perjuangan—seperti seseorang yang menghafal Al-Qur’an atas kemauan pribadi. Sementara ma’ruf adalah kebaikan yang menyentuh hati, misalnya menolong orang lain dengan cara yang menenteramkan.
Sebaliknya, munkar merujuk pada segala tindakan yang bertentangan dengan nilai agama dan kemanusiaan, seperti kezaliman, ketidakadilan, dan kemaksiatan.
Farid mengutip pandangan para ulama bahwa ma’ruf dan munkar dapat bergeser maknanya sesuai konteks ruang dan waktu. “Dulu celana dianggap munkar, hari ini ia sudah menjadi hal yang ma’ruf. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung,” tuturnya.
Ia menegaskan, moderasi beragama bukan berarti mengubah ajaran agama, tetapi memperbaiki cara memahami dan mempraktikkannya agar tetap relevan dan menyejukkan.
Pada kesempatan tersebut, Farid juga membuka ruang dialog dan menyerap aspirasi para penyuluh. Salah satu masukan yang mengemuka adalah harapan terkait jenjang jabatan fungsional penyuluh yang dapat diperpanjang hingga tingkat penyuluh utama.
Melalui forum ini, Kementerian Agama meneguhkan komitmennya: merawat kerukunan tidak cukup dengan slogan, tetapi harus dihidupkan melalui peran penyuluh yang peka, cerdas, dan berorientasi pada kedamaian umat.
Wilayah
Kemenag Dorong Kepekaan Penyuluh dalam Mencegah Konflik Keagamaan
- Sabtu, 4 Oktober 2025 | 10:55 WIB
