Kekatolikan dan Keindonesiaan di Paroki St. Maria Mamuju

Anton Rantealloppp

Kamis, (17/8) adalah hari bersejarah bagi seluruh rakyat Indonesia karena pada hari ini dirayakan hari pembebasan dari kolonialisme. Kita menyebutnya hari kemerdekaan. Merdeka dari segala macam tekanan hidup. Semarak kemerdekaan dapat kita lihat dan rasakan di berbagai wilayah dengan cara masing-masing. Di kantor-kantor, jalan, rumah, rumah ibadah, dan berbagai fasilitas umum lainnya dipasanglah bendera merah putih dan berbagai umbul-umbul lainnya. Ini semua menandakan kemerdekaan dan kegembiraan dalam menyambut hari kemerdekaan RI yang ke-78.

Paroki St. Maria Mamuju untuk pertama kalinya juga ikut meramaikan dan memaknai kemerdekaan ini. Semarak kemerdekaan diawali dengan sosialisasi mengenai stunting dan pernikahan anak usia dini yang dibawakan langsung oleh kepala Perwalikan BKKBN Provinsi Sulawesi Barat. Acara ini diikuti oleh anak PPA dan OMK serta para guru PAUD dan SD Katolik St. Maria Mamuju. Ada juga beberapa umat paroki sempat mengikuti kegiatan ini.

Masih dalam rangkaian semarak kemerdekaan, umat di paroki juga mengadakan malam tirakatan menjelang tujuh belas Agustus. Malam tirakatan juga diikuti oleh anak PPA,OMK, guru PAUD, dan SD Katolik St. Clara Mamuju, suster MC, Fr. Hila dan P. Oc. Samson Bureny Pr. Acara yang dipandu oleh Kak Selin berjalan dengan baik diawali dengan renungan kemerdekaan yang dibawakan oleh Fr. Hila, Frater Tahun Orientasi Pastoral (TOP-er) di Paroki Mamuju. Dalam suasana malam yang dingin itu dilakukanlah penciuman bendera oleh masing-masing peserta sembari terhangatkan oleh api unggun yang telah menyalah simbol kehangatan dan semagat yang membara.

Tak hanya itu, acara Tirakatan diisi juga dengan penampilan jurus Karate dari anakda Paulus Patrio dengan memperagakan Kata Empi di bawah bimbingan Senpai Anton Ranteallo. Sebelum doa umat dan berkat penutup dari Vikep Sulbar juga ditampilkan lagu nasionalisme dari anakda Albert Arlan Paliling. Acara Tirakatan ditutup dengan dero, dulo dan tari-tarian modern lainnya. Semua peserta larut dalam kebersamaan menjelang perayaan Hari Kemerdekaan.

Kini tibalah saatnya merayakan hari berserajah dalam keindonesiaan ini dengan mengadakan upacara bendera. Upacara bendera berlangusng di halaman Paroki St. Maria Mamuju yang dimulai pada pkl. 07.00 WITA di bawah komando P. Oc. Samson Bureny Pr, Vikep Sulawesi Barat yang sekaligus Administrator Paroki St. Maria Mamuju. Upacara dalam kompleks paroki ini diikuti oleh para suster Misionaris Claris di Mamuju, anak SD katolik St. Clara Mamuju kelas 1 dan 2 serta sebagian umat. Diperkirakan yang mengikuti upacara sekitar 30 orang.

Penggerak bendera dilakukan oleh Irene, Selin, dan Westi, mereka adalah guru PAUD dan SD Katolik St. Clara Mamuju. Dan yang bertindak sebagai pembina upacara adalah P. OC. Samson Bureny dan pemimpin upacara oleh Fr. Hilarilus Tandi Barana. Upacara internal ini juga mengikuti tata cara pada umumnya sehingga nampak syaduh dan khusuk.

Dalam arahannya, P. Sam menyampaikan bahwa momentum bersejarah ini harus terus dipupuk dengan baik guna semakin menanamkan rasa nasionalisme kepada kita dan generasi berikutnya. Salah satu cara mengisi kemerdekaan ini adalah dengan mengadakan/mengikuti upacara bendera sebagai sense of nation. Umat Katolik Indonesia ini sejak awal memahami akan keindonesiaan bukan sebagai hadiah melainkan sebagai hasil perjuangan seluruh anak bangsa dari semua lapisan tanpa memandang agama, suku, ras, golongan, dll. Dengan kata lain kemerdekaan Indonesia ini bisa diraih berkat peran serta seluruh anak bangsa yang rela bahu-membahu berjuang dan berkorban demi tegaknya NKRI.

Mgr. Soegiapranoto mencetuskan semboyan yang terkenal yakni 100% Katolik dan 100% Indonesia. Semboyan inilah yang akhirnya diangkat oleh Kementerian Agama Ditjen Bimas Katolik RI sebagai visinya dalam melaksanakan tugas sebagai mitra gereja. Kekatolikan dan keindonesiaan yang seratus persen inilah yang menjadi roh bagi seluruh umat katolik sebagai warga negara di NKRI tercinta ini.

Lebih lanjut Vikep berpesan agar apa yang diwariskan oleh pejuang kemerdekaan dapat dilanjutkan saat ini melalui tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh Tuhan kepada kita baik itu di kantor, masyarakat, maupun di gereja.

Upacara perdana di kompleks gereja ini berjalan dengan baik dan lancar. Setelah upacara selesai dilanjutkan dengan perlombaan yang diikuti oleh anak-anak: PAUD, SD, SMP dan SMA yang nota bene mereka tergabung dalam kelompok PPA selain anak TK. Ada berbagai lomba yang dibuat untuk memeriahkan kemerdekaan ini, sebut saja: makan kerupuk, lari karung, memasukkan air dalam botol yang menggunakan tangan, dll. Kegiatan ini di bawah arahan ibu Maria Djainut dan Kristina Rista Beati.

Seluruh proses kenangan akan hari pembebasan ini dimahkotai dengan Perayaan Ekaristi pada Pkl. 18.30 WITA yang dipimpin oleh P. Sam. Namun, setelah menyayikan lagu Indonesia Raya sebagai lagu pembukaan, P. Sam tidak dapat melanjutkan perayaan karena beliau tiba-tiba sakit sehingga harus dilarikan ke RS Mitra Manakarra. Sebagian umat mengantar ke Rumah Sakti untuk proses pertolongan pertama dan sebagian masih tinggal untuk melanjutkan perayaan yang diambilalih oleh Fr. Hila. Setelah beberapa jam di rumah sakit, P. Sam akhirnya kembali ke pastoran dengan baik meski masih dalam kondisi lemah. Namun karena semangat juang P. Sam yang kuat membuatnya tetap teguh untuk melawan sakit yang dialaminya sehingga boleh kembali berkumpul dengan umat yang masih menunggu di pastoran malam itu. Doa dan perhatian tiada henti dari umat untuk situasi ini. Dan untuk memastikan kondisi kesehatan P. Sam, akhirnya pagi hari berikutnya beliau berangkat ke Makassar untuk melakukan check up di RS Stella Maris. Semoga semua berjalan lancar dan aman. Semangat Romo Vikep. Dirgahayu bangsa Indonesia. Sungguh Katolik dan sungguh warga negara Indonesia. Merdeka!


Wilayah LAINNYA