Secara historis kehadiran Islam di timur tengah adalah untuk melanjutkan eksistensi dua agama langit sebelumnya yaitu Yahudi dan Nasrani. Ketiga agama ini yang dalam bahasa Ali Syariati disebut agama Abrahamik atau Ibrahim karena ketiga agama ini berasal ajaran yang dibawa oleh Ibrahim as. Dalam kajian sosiologi, agama dibagi dua yaitu agama langit dan agama bumi. Agama langit yang berasal dari Tuhan dan dibawa oleh para Nabi utusan Tuhan. Sedangkan agama bumi adalah agama yang lahir di bumi yang diproklamirkan oleh seorang tokoh spritual yang ada di bumi.
Kedua agama tersebut masing-masing punya pengikut. Secara bahasa agama itu berasal kata a dan gama yang berarti tidak kacau, seorang penganut agama akan merasakan ketentraman ketika memeluk suatu agama. Dalam Al-Qur'an kata agama menggunakan kata "Din" yang mempunyai banyak arti antara lain, taat, ibadah, pembalasan, pembenaran, pengakuan atas jasa dan utang, makna-makna ini dihimpun oleh adanya hubungan antara dua pihak, kedudukan yang satu lebih tinggi daripada pihak yang kedua.(Quraish Shihab).
Dengan melihat pengertian agama tersebut, dapat dipahami bahwa agama itu adalah hubungan antara dua pihak yaitu Tuhan dan manusia, yang sifatnya dari atas ke bawah, dari Tuhan kepada manusia. Agama itu sifatnya sakral, dari sesuatu yang suci kepada yang profan. Agama datang dari sesuatu yang suci, dan memeluk agama akan mendatangkan kesucian lahir dan batin. Dengan perkataan lain bahwa agama itu adalah fitrah, selalu menghasilkan kesucian. Rujukan yang paling otoritatif dalam melihat pelaksanaan agama dalam konteks sosial kemasyarakatan adalah pelaksanaan ajaran keagamaan pada zaman Nabi.
Disinilah pelaksanaan visualisasi ajaran agama berjalan sesuai dengan ajaran-ajaran dengan petunjuk Tuhan yang diterjemahkan oleh Nabi kepada para sahabatnya dan lanjutkan oleh para sahabat dalam konteks yang lebih luas. Nabi sangat luwes atau fleksibel dalam menyampaikan ajaran agama kepada para sahabatnya., salah satu yang menjadi ukuran kebaikan itu adalah agama. Agama tidak akan menghasilkan sesuatu kecuali kebaikan, namun dalam perkembangannya setelah masuk ke dalam ranah manusia, agama mulai ditafsirkan, agama dipahami dengan berbagai pemahaman, ada yang memahami secara tekstual dan ada yang memahami secara kontekstual.
Pemahaman atau penafsiran yang kaku terhadap agama itu akan menghasilkan bentuk agama menjadi kehilangan nilai-nilai universalnya yang fleksibel dan dinamis. Dalam teks keagamaan ada ungkapan bahwa Islam itu "salihun likulli zamanin wa makanin", beragama atau berislam itu adalah sesuai dengan zaman dan tempat. Di zaman apapun kita berada, agama akan tetap tampil sebagai pencerah dan penenang hati. Nilai-nilai universal agama akan berlaku disepanjang waktu dan tempat, dan akan selalu memberikan solusi terhadap problematika yang dihadapi oleh manusia. Dalam teks keagamaan bahwa siapa yang konsisten dalam menjaga nilai-nilai keagamaan,Tuhan akan selalu memberikan solusi kehidupan terhadap berbagai persoalan yang mereka hadapi dan memberikan suntikan kekuatan moral dalam menghadapi tantangan kehidupan dunia.
Disinilah letaknya ajaran agama sebagai ajaran yang bersifat moderat. Moderat dalam arti mengandung nilai-nilai keseimbangan, keadilan, dalam istilah Al-Qur'an adalah "wasathiyyah", ia mesti moderat dalam pandangan dan keyakinannya, moderat dalam pemikiran dan perasaannya, moderat dalam keterikatan-keterikatannya, demikian pandangan Sayyid Quthub ketika menafsirkan wasathiyyah (Al-Baqarah: 14).
Watak asli dari agama adalah moderat, umat yang beragamalah yang membuatnya berlebih-lebihan atau sebaliknya. Moderasi dalam beragama, bukan agamanya yang dimoderasi melainkan cara beragamalah yang perlu dimoderasikan. Cara menginterpretasikan agama itu yang banyak menimbulkan masalah. Agama akan menjadi kaku, tidak fleksibel ketika dimaknai secara hitam putih, pemaknaan demikian akan menurunkan nilai ke universalan agama. Dalam hukum Islam sangat terkenal fatwa imam Syafi'i ketika berada di Baghdad, tapi setelah berada di Mesir fatwa imam tersebut berubah, ada qaul qadim dan ada qaul jadid. Disitulah ke universalan Islam atau hukum Islam.
Dalam konteks keindonesiaan pemahaman Islam di Indonesia itu akan berbeda dengan pemahaman Islam yang ada di sumber Islam yakni timur tengah. Islam dalam konteks keindonesiaan adalah Islam yang banyak bergumul dengan budaya lokal yang merupakan peninggalan budaya-budaya yang sudah berkembang sebelumnya, Islam yang sangat kaya dengan pewarnaan tradisi-tradisi lokal. Inilah yang menjadi sumber kritikan dari golongan islamis yang lebih mengedepankan pemahaman Islam murni dan kaku terhadap tradisi. Namun demikian salah satu yang menjadi proses cepat perkembangan Islam di Indonesia karena sangat menghargai budaya-budaya lokal yang ada di Indonesia.
Islam tradisi yang di coba ditawarkan oleh para wali khususnya wali songo itu menjadi mainstream perkembangan Islam di Indonesia. Nilai-nilai kultural menjadi basis yang menopang keislaman di Indonesia. Jasa para ulama dalam mempertahankan tradisi-tradisi lokal atau lokal wisdom sehingga model keislaman di Indonesia bertahan sampai hari ini, model keislaman lebih mengutamakan cinta tanah air, punya toleransi yang tinggi, anti kekerasan,dan akomodatif terhadap budaya lokal.
Itulah tanda atau ciri perilaku moderat yang telah dicontohkan oleh para ulama masa lalu, yang lebih moderat dalam memahami agama. Pemerintah kita sangat masif dalam memperjuangkan atau mensosialisasikan nilai-nilai Islam moderat, ini untuk mengangkat dan memperkuat kembali pemahaman keislaman yang telah di bawa oleh para ulama-ulama yang membawa Islam ke Indonesia.
Bumi Pambusuang, Juni 2023